Minggu, 16 Oktober 2011

Hakekat Anak Didik dan Guru

A. Hakikat Anak Didik
1.   Pengertian Anak
Anak adalah merupakan amanat yang dipercayakan kepada ibu bapaknya. Hatinya yang masih murni itu merupakan amanat yang sangat berharga, sederhana, dan bersih dari ukiran dan gambaran apapun. Ia dapat menerima setiap ukiran yang digoreskan padanya, dan ia akan condong ke arah mana ia kita condongkan. (Ahmad Sjalabi. 1970 ; 284-285).
Menurut Al-Ghazali, anak adalah amanah Allah yang harus dijaga dan dididik untuk mencapai keutamaan dalam hidup dan mendekatkan diri kepada Allah. Semua bayi yang dilahirkan ke dunia ini, bagaikan sebuah mutiara yang belum diukir dan dibentuk, tetapi amat bernilai tinggi. Maka kedua orang tuanyalah yang akan mengukir dan membentuknya menjadi mutiara yang berkualitas tinggi dan disenangi semua orang.[1]
Pendapat Al-Ghazali tentang pengertian anak serupa dengan teori Tabularasa milik Jonh Locke (1632-1704). Menurut Locke anak atau manusia itu tidak dilengkapi oleh pengetahuan apapun pada waktu dilahirkan, tidak ada innate ideas. Seperti halnya Aristoteles anak yang dilahirkan itu seperti tabularasa, bagaikan kertas putih bersih yang akan ditulisi oleh pengalaman.[2]
Apabila mengamati uraian di atas maka dapat kata pahami bahwa seorang anak adalah seperti suatu bahan mentah yang kemudian diolah oleh seorang tukang sesuai dengan keinginan tukang tersebut, bila tukang ingin membuat patung maka menjadi patung. Begitu pula seorang anak apabila ayahnya ingin anak tersebut menjadi pengusaha misalnya maka anak dididik agar menjadi seorang pengusaha, padahal anak itu belum tentu ingin menjadi pengusaha.
Seorang anak yang baru lahir memang keadaannya adalah fitrah seperti kertas putih yang kosong, tetapi di dalamnya terdapat bakat, potensi, intelegensi dan lain sebagainya, hanya saja itu semua tidak terlihat pada saat bayi dilahirkan. Bakat, potensi dan intelegensi akan terlihat seiring pertumbuhan dan perkembangan anak dan tergantung siapa yang membentuknya dan di mana anak tinggal. Karena itulah anak membutuhkan orang dewasa yang harus mendidiknya.
2.   Pendidikan Bagi Anak
Peserta didik adalah anak yang sedang tumbuh dan berkembang baik ditinjau dari segi fisik maupun dari segi perkembangan mental. Setiap individu memerlukan bantuan dan perkembangan pada tingkat berbeda menurut kodratnya di aman ia sedang mendapatkan pendidikan. Dalam keluarga yang berfungsi sebagai peserta didik adalah anak, di sekolah-sekolah adalah murid-murid, di masyarakat yaitu anak-anak yang membutuhkan bimbingan dan pertolongan menurut lembaga yang mengasuh pendidikan tersebut. Dengan demikian pendidikan harus memahami irama perkembangan sehingga memungkinkan memberikan bantuan yang tepat dan berdaya guna. Adapun hubungan antara pendidik dan peserta didik itu dalam proses belajar mengajar itulah yang merupakan foktor yang sangat menentukan. (Dr. Jalaluddin-Drs. Abdullah Idi, M. Ed. 1997 :124).
Dari dari uraian di atas kita dapat mengetahui betapa pentingnya pendidikan bagi seorang anak dan yang bertanggung jawab pertama kali adalah orang tua. Anak yang baru lahir masih membutuhkan orang tuanya untuk melindunginya, membuatnya merasa nyaman. Hal ini dikarenakan kefitrahan anak tersebut yang belum memiliki pengalaman apapun. Di dalam diri seorang anak 5-12 tahun memiliki sifat kepolosan, karena itulah ia dapat dengan mudah mendapat pengaruh dari orang dewasa. Apabila pengaruh yang diberikan adalah suatu kebaikan maka menjadi baik pula anak tersebut begitu pula sebaliknya. Dan orang tua harus pandai menjaga pergaulan anak.
B. Hakikat Guru
1.   Guru dan Pendidik
Istilah lain yang dapat digunakan untuk istilah guru adalah Pendidik. Kedua istilah ini memang bersesuaian tetapi memiliki perbedaan. Dikatakan bersesuaian karena guru dan pendidik adalah orang dewasa yang bertugas membimbing anak didik dalam mencapai tujuan pendidikan. Dikatakan berbeda adalah istilah guru hanya dapat digunakan dalam likungan pendidikan formal (lembaga-lembaga pendidikan seperti SD, SMP/sederajat, SMA/sederajat). Jadi istilah guru penulis artikan dengan ”Orang dewasa yang menuntun anak dengan memberikan pelajaran-pelajaran melalui suatu interaksi pendidikan dalam lembaga pendidikan formal”. Sedangkan pendidik penggunaannya lebih luas bukan saja dalam lingkungan pendidikan formal tetapi juga dalam pendidikan nonformal maupun informal. Jadi istilah pendidik penulis artikan dengan ”Orang dewasa yang membimbing dan membantu anak untuk mencapai tujuan hidupnya dan menjadikan anak tersebut menjadi makhluk yang insani di manapun pendidik itu berada dan sampai kapanpun tidak dibatasi oleh ruang dan waktu”.
2.   Kemuliaan Mengajar
Mengajar dan mendidik adalah sangat mulia, karena secara naluri orang yang berilmu itu dimuliakan dan dihormati oleh orang. Dan ilmu pengetahuan itu sendiri adalah mulia, maka mengajarkananya adalah memberikan kemuliaan. Seorang guru adalah orang yang menempati status yang mulia di dataran bumi, ia mendidik jiwa, hati, akal dan roh manusia. Kemuliaan mengajar mempunyai dua segi kemanfaatan. Pertama, bagi orang yang mengajarkan ilmu pengetahuan itu sendiri akan semakin bertambah pengetahuan dan pengalamanya, sehingga dapat mengambil manfaatnya dan mengambil ilmu pengetahuan sebaik-baiknya. Kedua, bagi orang lain yang diberi ilmu pengetahuan, diajar dan didik akan semakin bertambah pula pengetahuan dan pengalamannya, sehingga dapat mengambil manfaat ilmu pengetahuan tersebut.[3]
Menurut Dr. Sutari Imam Barnadib mengatakan ”Mendidik adalah suatu tugas yang luhur. Seorang yang mempunyai tugas sebagai pendidik harus mempunyai kesenangan bekerjasama dengan orang lain atau untuk dengan kata lain harus mempunyai sifat-sifat sosial yang besar”.
Menurut Drs. Ali Saifuddin, H. A menyatakan ”Pekerjaan guru adalah pekerjaan yang paling mulia, sesuai dengan filsafat hidupnya yang menjunjung tinggi nilai-nilai sikap pengabdian, yaitu memberikan pelayanan jasa pada masyarakat dan kemanusiaan.[4]
Menurut penulis kemuliaan mendidik atau mengajar adalah pekerjaan guru atau pendidik adalah berat, seorang pengajar dituntut untuk memiliki pengetahuan dan pengalaman yang luas. Pengajar adalah ibarat mentari di pagi hari dan pembulan di malam hari yang selalu berusaha untuk bercahaya, cahaya yang berada dalam diri pengejar adalah ilmu pengetahuan yang selalu diberikan kepada murid-muridnya tanpa meminta imbalan apapun.
PENUTUP
A. Kesimpulan
Guru dan pendidik adalah dua istilah yang memiliki pemiripan tetapi juga memiliki perbedaan. Dikatakan mirip karena guru dan pendidik adalah orang dewasa yang bertugas untuk membimbing anak didik untuk mencapai tujuan pendidikan. Sedangkan dikatakan berbeda karena istilah guru lebih sempit penggunaannya dan pendidik lebih luas dan tidak dibatasi dengan ruang dan waktu. Tetapi perbedaan ini hanyalah dari segi penggunaannya saja sedang dari segi hakikinya sama.
Anak adalah orang yang membutuhkan pendidikan. Bayi yang lahir di muka bumi ini adalah fitrah tetapi dalam kefitrahannya tersebut tersimpan berbagai macam bakat, potensi maupun intelegensi yang merupakan faktor turunan dari orang sebelumnya hanya saja itu semua belum terlihat, itu semua akan terlihat sesuai pertumbuhan dan perkembangan anak serta siapa yang membimbingnya dan di lingkungan mana anak itu tinggal. Oleh karena itu, anak perlu dibimbing dan dibantu untuk menimbulkan bakat, potensi dan intelegensi yang terdapat di dalam diri anak.

Filsafat


BAB I
FILSAFAT, PEMIKIRAN FILSAFAT,
DAN PRODUK PEMIKIRAN FILSAFAT

Kemampuan manusia untuk menggunakan akal dalam memahami lingkungan merupakan pontensi dasar yang memungkinkan manusia berpikir, dengan berpikir manusia mampu melakukan perubahan dalam dirinya. Dengan demikian kemampuan untuk berubah dan perubahan yang terjadi pada manusia merupakan makna pokok yang terkandung didalam kegiatan berpikir dan pengetahuan. Berpikir dan pengetahuan merupakan dua hal yang menjadi ciri keutamaan manusia tanpa pengetahuan manusia akan sulit berpikir atau sebaliknya tanpa berpikir pengetahuan lebih lanjut tidak dapat tercapai.


 








            Gerak dari pola perpikir dan pengetahuan ini akan bergerak sirkuler, mengingat pengetahuan pada dasarnya bersifat akumulatif, sehingga semakin banyak pengetahuan yang dimiliki seseorang semakin rumit aktivitas berpikir dan demikian juga senakinrumit aktivitas berpikir semakin kaya akumulasi pengetahuan. Dari semakin rumitnya dua hal ini semakin memungkinkan untuk melihat pola umum serta mensistimatisirnya dalam suatu kerangka tertentu, sehingga lahirnya pengetahuan ilmiah (ilmu). Disamping itu terdapat pula orang-orang yang tidak puas dengan mengetahui akan mencoba memikirkan hakekat dan kebenaran yang diketahuinya secara radikal dan mendalam, maka lahirlah pengetahuan filsafat. Oleh karena itu berpikir dan pengetahuan dilihat dari prosesnya dapat dibagi ke dalam tiga pola berpikir yaitu:


 







Setiap berpikir dan pengetahuan tersebut memiliki posisi dan manfaat yang masing-masing, perbedaan tersebut hanyalah bersifat gradual, sebab semuanya tetap merupakan sifat inheren dengan manusia. Dari sifat inheren berpikir dan berpengetahuan yang ada pada manusia telah menjadi pendorong upaya-upaya untuk lebih memahami kaidah-kaidah berpikir yang benar (logika). Oleh sebab itu serendah apapun gradasi berpikir dan berpengatuan yang dimiliki seseorang tetap saja mereka menggunakan akalnya untuk berpikir untuk memperoleh pengetahuan terutama dalam mempertahankan hidupnya (pengetahuan tersebut adalah pengetahuan eksistensial).


 







Paling tidak dua alasan mengapa manusia memerlukan pengetahuan/ilmu:
1.                           Manusia tidak bisa hidup dalam alam yang belum terolah, sementara binatang siap hidup di alam asli dengan berbagai kemampuan bawaannya
2.                           Manusia merupakan mahluk yang selalu bertanya baik implisit maupun ekplisit dan kemampuan berpikir serta pengetahuan merupakan sarana untuk menjawabnya.
Dengan demikian pengetahuan/ilmu sangatlah penting. Jadi segala sesuatu dibutuhkan pemikiran ataupun berpikir, dengan demikian berfilsafat berarti selalu berusaha guna mencapai kebaikan dan kebenaran, berpikir dalam filsafat bukan sembarang berpikir namun berpikir radikal sampai ke akar-akarnya, oleh karena itu meskipun berfilsafat mengandung kegiatan berpikir tetapi tidak setiap kegiatan berpikir berarti filsafat atau berfilsafat. Sutan Takdir Alisjahbana (1981) menyatakan bahwa pekerjaan berfilsafat itu ialah berpikir, dan hanya manusia yang telah tiba di tingkat berpikir yang berfilsafat.

FILSAFAT
1. Etimologi
Falsafah (Arab), Phylosophy (Inggris), Phylosophia (Latin), Phylosophie (Jerman) yang semua itu berasal dari istilah Yunani yaitu Phylosophia. Istilah tersebut dibagi lagi menjadi Philien (mencintai) dan Philos (teman), Sedangkan Shopos (bijaksana), Shopia (kebijaksanaan). Menurut Phytagoras itu berarti Pecinta kebijaksanaan (lover of wisdom).
2. Terminologi
Filsafat sebagai ilmu pengetahuan yang menyelidiki  segala sesuatu yang ada secara mendalam dengan menggunakan akal  sampai pada hakekatnya. Oleh karena itu filsafat selalu mencari kebenaran yang hakiki yang diperoleh secara kritis, terbuka, toleran dan komprehensif.
3.  Subtansial
Filsafat berarti mencari kebenaran. Filsafat dipandang dari dua sisi, sisi sempit dan sisi luas. Dari sisi sempit filsafat berarti “Berfilsafat”. Berfilsafat  dengan menggunakan criteria-kriteria atau pola pikir kefilsafatan. Cara memandang filsafat dari sisi sempit ini melahirkan para filsuf (orang yang berfikir filsafat). Sisi luas, filsafat berarti berfilsafat untuk menemukan jawaban dari pertanyaan-pertanyaan dalam persolan hidup yang hanya terbats pada dimensi ruang dan waktu.
Filsafat adalah berfikir dengan melibatkan seluruh panca indera untuk menemukan kebenaran atau mengkaji sebuah jawaban atas pertanyaan dari gejala-gejala yang muncul melalui pemikiran secara radikal, universal, koseptual, kohenren dan konsisten, sistematik, komperhensif, bebas dan bertanggung jawab dengan metode-metode yang terkonsep.

CIRI-CIRI FILSAFAT
Bila dilihat dari aktivitasnya filsafat merupakan suatu cara berpikir yang mempunyai karakteristik tertentu. Menurut Sutan Takdir alisjahbana syarat-syarat berpikir yang disebut berfilsafat yaitu : a) berpikir dengan teliti, dan b) berpikir menurut aturan pasti. Dua ciri tersebut menandakan berpikir insaf dan berpikir yang demikian yang disebut berfilsafat. Sementara itu Sidi Gazalba (1976) menyatakan bahwa ciri ber-filsafat atau berpikir filsafat adalah radikal, sistematik, universal.



 










            Sehingga dari hal objek ataupun objek yang dikaji maka menimbulkan pemikiran-pemikiran sesuai dengan objek apa yang dikaji perbedaan itu bisa dilihat dari alur mana mereka berpikir atau secara apa mereka berpikir, bisa menggunakan alur rasionalnya (thinking), empiriknya (sensing), intuisinya (feeling), kepercayaannya (believing), atau bahkan keempat-empatnya. Tidak masalah alur mana yang digunakan asalkan dapat dipertanggungjawabkan.


PRODUK PEMIKIRAN FILSAFAT
Berfilsafat timbul karena adanya sesuatu hal yang dipikirkan atau dipertanyakan terhadap sesuatu hal atau objek, bahkan bisa saja karena adanya keheran terhadap objek di sekeliling kita. Dari hal-hal tersebut maka seseorang akan mencari jawaban dari pertanyaan atau rasa keheran secara mendalam sampai hal tersebut terjawab sesuai dengan kepuasan yang diinginkan, didalam menjawab pertanyaan tersebut dibutuhkan suatu pola berpikir agar pertanyaan tersebut terjawab dan hasil jawaban itu dapat dipertanggungjawabkan, seperti halnya di atas pertanyaan-pertanyaan tersebut tidak akan terjawab jikalau tidak ada pemikiran/berpikir serta pengetahuan yang ilmiah dalam menjawab sehingga dibutuhkan suatu ilmu dalam menjawab sehingga dapat dikatakan bahwasanya produk dari pemikiran filsafat adalah ilmu serta ilmu tersebut akan muncul cabang-cabang ilmu yang lain yang mebidangi dari setiap permasalahan yang dikaji. Hal tersebut lebih jelasnya dapat digambarkan dengan skema wilayah filsafat seperti di bawah ini:
 




















Gambar Skema Wilayah Filsafat

Kamis, 13 Oktober 2011

Jiwa dan Hati

Apa itu Jiwa? Jiwa adalah Perasaan dan Pikiran
Apa itu hati? Hati adalah kata lain dari perasaan, namun hati merupakan kata benda dari perasaan. Term kata hati muncul ketika orang berusaha untuk “membendakan” perasaan. Padahal perasaan itu adalah fungsi bukan benda. Perasaan sangat kuat mempengaruhi pikiran. Bedakan antara soul dan spirit. Soul adalah Jiwa, Spirit adalah Roh manusia.
Apa itu alam bawah sadar? Alam bawah sadar adalah operating system dari perasaan dan pikiran. Sadar atau tidak kira-kira 80an % hal yang dialami manusia adalah hal yang bersifat jiwani. Penyakit, persoalan rumah tangga, ketidaksuksesan, hutang, tekanan hidup, kejatuhan, jauh dari Tuhan, dan lain-lain.
Kekecewaan, kepahitan, sakit hati, luka batin, dll berkutat di perasaan…anda harus mampu membedakan gejolak pikiran dan perasaan.
Tahukah anda bahwa 75% penyakit badaniah akarnya dari Jiwa…hati-hati dengan kekecewaan yang mendalam secara berkepanjangan…ia pasti akan bawa efek ke tubuh…paling tidak maag atau migraine…paling iya bisa kanker dan penyakit vital lainnya. Hati-hati dengan hati anda.
Kondisi jiwa yang baik adalah ketika pikiran dan perasaan belum melekat, artinya sekacau apapun perasaan namun pikiran masih dapat beroperasi dengan baik. Jiwa yang sudah melekat artinya pikiran dan perasaannya sudah nempel, pada kondisi seperti ini sebenarnya jiwa orang tersebut sudah labil.