Rabu, 11 Januari 2012

PENGUASAAN IPTEK SEBUAH KENISCAYAAN BAGI UMMAT ISLAM

Beberapa konsep mendasar yang diungkap oleh Al Qur’an tentang keberadaan ilmu adalah: Ayat Al Qur’an yang pertama diturunkan bukan berbicara tentang ekonomi, politik dan keluaga, tetapi bersentuhan dengan indikator ilmu (Q.S. 96/ Al ‘Alaq:1-5). Hakikatnya segala ciptaan Allah S.W.T yang ada di langit dan di bumi hanya diperuntukkan bagi orang yang berilmu pengetahuan, bukan untuk orang yang “bodoh” (QS. 29/ Al Ankabut:43). Allah S.W.T akan mengangkat derajat yang tinggi setiap hamba-Nya yang beriman dan berilmu pengetahuan (Q.S 58/ Al Mujaadalah:11). Hamba yang takut kepada Allah S.W.T adalah hamba yang berilmu pengetahuan (ulama) (Q.S. 35/ Faathir: 28). Allah S.W.T memperlakukan sangat beda antara hamba-Nya yang menguasai Iptek dan yang tidak menguasai Iptek (Q.S. 39/ Az Zumar: 9). Lebih dari 780 ayat Al Qur’an menyinggung tentang pentingnya science (ilmu pengetahuan) dalam kehidupan di dunia (Ghulsyani,1994). Permasalahannya adalah: Mengapa kondisi ummat Islam dewasa ini tidak berada dalam posisi elit, sebagai pengendali dunia dengan penguasaan Iptek yang tinggi sebagaimana yang dianjurkan Al Qur’an?; dan mengapa penguasaan Iptek dewasa ini oleh ummat Islam merupakan suatu keharusan (keniscayaan)?. Dua permasalahan inilah yang akan dianalisis dalam makalah singkat ini, semoga menjadi bahan renungan bersama.
Banyak faktor yang menyebabkan kondisi ummat Islam dewasa ini tidak mampu meraih posisi elit dalam percaturan kehidupan global, antara lain: Pertama, mayoritas sikap mental, motivasi ummat Islam dalam membaca, menulis dan meneliti tentang fenomena sosial-alam adalah sangat rendah. Mentalitas dan perilaku inovatif, kreatif dan selalu tidak puas terhadap karya yang ada ummat Islam relatif rendah. Hal ini terjadi, faktor penyebabnya adalah kesalahan sistem dakwah, yang lebih mengkondisi manusia untuk tidak kreatif-inovatif. Sistem dakwah Islamiah dewasa ini melupakan prinsip/ makna yang dianjurkan Al Qur’an, yaitu bil hikmah (kebajikan/ secara multidimensional), al maw’idhatul hasanah (wacana keilmuan yang baik) dan al mujadalah al hasanah (dialog-diskusi menuju kualitas hidup) (Q.S. 16/ An Nahl:125). Sistem dakwah yang meniadakan tiga prinsip tersebut hanya akan mengubur ummat Islam kedalam ketidakberdayaan hidup; Kedua, mayoritas sikap mental dan pola perilaku sehari-hari ummat Islam masih mencerminkan disintegrasi dalam membangun ukhuwwah Islamiah. Perbedaan sudut pandang dalam fiqih, perbedaan organisasi dakwah dan perbedaan sarana ibadah dijadikan/dianggap sebagai kriteria/ukuran “keridhaan Allah S.W.T”, yang kemudian menjastifikasi perilaku perpecahan dan konflik antar ummat Islam. Sikap ummat Islam lebih bersikat eksklusif, primordialisme golongan mewarnai aplikasi ibadah. Realitas sikap mental dan perilaku ummat Islam tersebut tentu sangat memudahkan bagi musuh Islam untuk tetap menjadikan ummat Islam sebagai kelompok yang termarjinalkan; dan Ketiga, tingkat pemahaman ummat Islam pada kitab suci Al Qur’an dan Sunnah lebih bersifat tekstual daripada kontekstual atau hanya sebatas lahir atau kulitnya. Hanya dengan pemahaman secara integratif tekstual-kontekstual terhadap pesan-pesan suci Al Qur’an dan sunnah Rasulullah s.a.w. ummat Islam akan mampu menyikapi beragam problem kehidupan dunia yang kompleks/ multidimensional, sehingga ummat Islam mampu meraih posisi elit (khaira ummah) dalam kehidupan di dunia.
Basic problem (problem dasar) yang menjadi akar penyebab semua permasalahan ummat Islam dewasa ini adalah “rendahnya kualitas sumber daya manusia muslim dalam penguasaan Iptek”. Oleh karena itu solusi utama dalam memecahkan seluruh problem ummat Islam adalah, semua ummat Islam harus segera melakukan rekonstruksi bahkan bila perlu dekonstruksi sikap mental dan pola perilaku sehari-hari untuk: (1) mencinta perkembangan Iptek (Q.S 58/ Al Mujaadalah:11); (2) dinamik, kompetitif dalam mencapai keunggulan/ kualitas hidup (Q.S.2/ Al Baqarah: 148); (3) selalu tidak puas terhadap karya yang telah dicapai (Q.S. 94/ Al Insyirah: 7-8); (4) mensterilkan keimanan dari unsur kesyirikan (Q.S. 6/ Al An’am: 82); (5) selalu berinovasi/ hijrah (membaharui) dan bersungguh- sungguh dalam menjalani perencanaan hidup (Q.S. 8/ Al Anfal: 74); dan (6) saling tolong menolong untuk meraih kualitas dan keunggulan hidup (Q.S. 5/ Al Maidah: 2 dan Q.S. 49/ Al Hujurat: 10).
Al Qur’an sebagai kitab suci ummat Islam, semestinya harus menjadi rujukan, pedoman pokok semua aktifitas hidup sehari-hari baik secara individu atau berkelompok. Bahkan bila perlu ummat Islam menganggap “haram” membaca/ mengkaji/ menganalisis informasi dari sumber-sumber bacaan lain sebelum terlebih dahulu membaca/ mengkaji dan menganalisis informasi dari Al Qur’an. Hal ini disebabkan Al Qur’an: (1) sebagai pedoman hidup manusia (Q.S.45/ Al Jaatsiyah:20); (2) sebagai penerang/penjelas segala sesuatu dalam hidup ini (Q.S. 16/ An Nahl: 89); (3) sebagai pengungkap/ tidak ada yang tersembunyi apa saja di jagat raya ini, semua ada dalam kitab suci (Q.S. 34/ As Sabak: 3); dan (4) mencakup apa saja yang diperlukan bagi petunjuk dan kebahagiaan manusia di dunia dan akhirat (Q.S. 6/ Al An’am: 38 dan Q.S. 16/ An Nahl:89). Agar ummat Islam mampu memahami dan mengaplikasikan isi Al Qur’an disetiap aspek kehidupannya menuju predikat khairu ummah di dunia, maka ummat Islam harus terus meningkatkan kualitas ilmu dan ketrampilannya, dengan kata lain ummat Islam harus menguasai Iptek.
Beberapa ayat Al Qur’an yang menyinggung betapa pentingnya ummat Islam menguasai Iptek (ilmu pengetahuan dan teknologi) untuk mencapai keunggulan hidup, antara lain: (1) Allah S.W.T memerintahkan agar ummat Islam selalu melakukan observasi terhadap segala fenomena sosial-alam, untuk meningkatkan kedekatannya kepada Allah S.W.T (Q.S. 3/ Ali Imran: 190-191); (2) Allah S.W.T memciptakan segala sesuatu menurut ukurannya (Q.S. 15/ Al Hijr: 19), ciptaan yang serba berpasang-pasangan tersebut agar manusia mengingat akan kebesaran Allah S.W.T/ menjadi peringatan (Q.S. 51/ Zaariaat:49); (3) Hakikat perintah shalat disamping mencegah perbuatan keji dan mungkar adalah untuk membangun sikap mental manusia agar menghargai/ disiplin terhadap waktu (Q.S.4/ An Nisaak: 103); (4) Perintah untuk mengembangkan teknologi (kapal) dengan memperhatikan petunjuk wahyu Allah S.W.T, dan jangan ikuti orang-orang yang dhalim (Q.S. 11/ Hud: 37); (5) Perintah Allah S.W.T untuk membuat/ mengembangkan teknologi baju dari besi dan perintah mengerjakan amal shalih (Q.S. 34/ As Sabak: 10-11); (6) Perintah untuk memperhatikan dampak negatif dari pengembangan teknologi. Oleh karena itu dilarang untuk menimbulkan kerusakan/pencemaran di muka bumi (Q.S.7/ Al A’raaf: 56); (7) Allah S.W.T memerintahkan agar manusia mengkaji seluruh aspek alam dan menemukan misteri penciptaan-Nya (Q.S. 29/ Al Ankabuut: 20); dan (8) Allah S.W.T memerintahkan manusia untuk memahami hukum-hukum alam dan mengeksploitasinya untuk kesejahteraan ummat manusia dengan tidak melampaui batas syariah (Q.S. 55/ Ar Rahman: 5-9). Masih banyak prinsip dalam Al Qur’an yang menyinggung tentang pentingnya ummat Islam untuk menguasai Iptek demi terwujudnya kesejahteraan hidup ummat manusia di dunia.
Berdasarkan beberapa ayat Al Qur’an tersebut diperoleh kesimpulan, bahwa ummat Islam wajib mengusai Iptek dengan tetap memperhatikan syariah dan semua pengembangan Iptek harus memperkokoh tauhid dan memberi kemaslahan ummat.

Selasa, 10 Januari 2012

Mahasiswa Sebagai Agen Perubahan Sosial

Mahasiswa Sebagai Agen Perubahan Sosial
Ada tiga kata kunci dalam judul di atas yang akan coba saya bahas dalam tulisan ini., yaitu kata mahasiswa, kata Islam dan kata perubahan. Tentunya menarik untuk dipertanyakan atau dibayangkan mengapa kita tidak memberi judul "Peran Manula sebagai Agen Perubahan" atau "Peran Mahasiswa Gaul sebagai Agen Perubahan".

Saya mulai dengan kata mahasiswa. Mahasiswa dipilih sebagai pelaku karena memiliki potensi yang besar sebagai agen perubahan. Mahasiswa saya definisikan di sini sebagai segmen pemuda yang tercerahkan karena memiliki kemampuan intelektual. Di sini saya tidak membicarakan mahasiswa sebagai orang yang faham teknologi, atau faham ilmu-ilmu sosial, namun saya mengartikan mahasiswa sebagai orang yang memiliki kemampuan logis dalam berfikir sehingga dapat membedakan mana yang benar dan mana yang salah.

Sebagai bagian dari pemuda, mahasiswa juga memiliki karakter positif lainnya, antara lain idealis dan energik. Idealis berarti (seharusnya) mahasiswa masih belum terkotori oleh kepentingan pribadi, juga belum terbebani oleh beban sejarah atau beban posisi. Artinya mahasiswa masih bebas menempatkan diri pada posisi yang dia anggap terbaik, tanpa adanya resistansi yang terlalu besar. pemuda biasanya siap sedia melakukan 'kewajiban' yang dibebankan oleh suatu ideologi manakala dia telah meyakini akan kebenaran ideologi itu. Sebagai contoh adalah para shahabat yang bahkan siap meninggalkan malam pertamanya manakala mendengar perintah jihad.

Dengan potensi seperti di atas, wajar jika pada setiap zaman kemudian pemuda memegang peran penting dalam perubahan kaumnya. Kita lihat kisah Ibrahim as sang pembaharu, atau kisah pemuda Kahfi (18:9-26) yang masing-masing begitu sigap menerima kebenaran. Atau orang-orang yang segera menerima dan mendukung Rasulullah saw pun ternyata adalah para pemuda, bukan orang-orang tua yang saat itu menjadi pemuka kaumnya. Bukan Abu Jahal atau Abu Sufyan, tetapi Umar bin Khathab, Ali bin Abi Thalib, Zaid bin Haritsah lah yang kemudian mengusung panji-panji Islam. Bahkan Abu Bakar - yang cukup tua pun - saat itu baru berusia 37 tahun.

Ada tiga hal yang harus diperankan oleh pemuda, yaitu:

1. Sebagai generasi penerus (AthThur:21); meneruskan nilai-nilai kebaikan yang ada pada suatu kaum.
2. Sebagai generasi pengganti (Al Maidah:54); menggantikan kaum yang memang sudah rusak dengan karakter mencintai dan dicintai Allah, lemah lembut kepada kaum mu'min, tegas kepada kaum kafir, dan tidak takut celaan orang yang mencela.
3. Sebagai generasi pembaharu (Maryam:42); memperbaiki dan memperbaharui kerusakan yang ada pada suatu kaum.

Kata kunci yang kedua adalah Islam. Islam adalah sebuah ideologi yang memberikan energi besar bagi perubahan. Hal ini dimungkinkan karena karakter Islam yang mewarnai seluruh aspek kehidupan dan mengatur seluruh bagian manusia. Islam tidak hanya sekedar mewarnai pola pikir, namun dia juga mempengaruhi emosi, perasaan, pemikiran dan juga fisik. Berislamnya seseorang akan melahirkan sebuah totalitas. Dengan adanya syahadah, seorang muslim akan meyakini bahwa dia memang diciptakan hanya untuk beribadah, bahwa tidak ada yang dapat memberikan kemudharatan kecuali atas izin Allah, sehingga dengan demikian tidak ada lagi sesuatupun yang ditakutinya. Kalaupun harus berperang, dia meyakini bahwa apapun hasilnya akan berupa kebaikan. Matinya adalah syahid, dan hidupnya adalah kemuliaan. dengan demikian gabungan kata mahasiswa dan Islam memberikan sebuah energi besar yang berlipat, yang apabila diarahkan dengan baik dapat memberikan sebuah perubahan.

Berbicara tentang perubahan, tentunya akan memunculkan pertanyaan mengapa harus ada perubahan. Di sini ada beberapa hal yang bisa dijadikan sebagai jawaban:

1. Kondisi saat ini sangat jauh dari ideal. Tidak perlu kita pungkiri bahwa masyarakat (termasuk atau terutama di Indonesia) saat ini masih cukup jauh dari Islam. Contoh yang jelas tampak di permukaan adalah pada moral masyarakat, misalnya korupsi yang membudaya atau adanya pergaulan bebas. Oleh karena itu tidak salah jika ada ulama yang mengatakan kondisi sekarang sebagai jahiliyah modern.
2. Perubahan adalah suatu keniscayaan, atau sunnatullah. Artinya suka atau tidak, kita akan menemui perubahan. Kalaupun kita diam, maka ada banyak pemikiran lain (komunis, liberal, dll) yang mencoba mengubah masyarakat sesuai dengan kehendak mereka. Oleh karena itu, diamnya kita berarti membiarkan 'kekalahan' ideologi yang kita yakini kebenarannya dan membiarkan terjadinya perubahan ke arah yang tidak kita kehendaki. Dalam Ar Ra'd:11, Allah berfirman bahwa “Allah tidak akan mengubah kondisi suatu kaum hingga mereka mengubah kondisi dirinya sendiri”.
3. Melakukan perubahan adalah perintah di dalam ajaran Islam, sebagaimana dalam suatu hadits Rasulullah saw menyatakan bahwa orang yang hari ini lebih baik dari kemarin adalah orang yang beruntung, orang yang hari ini sama dengan kemarin berarti rugi, dan orang yang hari ini lebih buruk dari kemarin adalah celaka. Artinya kalau kita membiarkan kondisi statis tanpa perubahan - apalagi membiarkan perubahan ke arah yang lebih buruk - berarti kita tidak termasuk orang yang beruntung. Juga di dalam Ali Imran:104 Allah memerintahkan agar ada kaum yang menyeru kepada kebaikan - sebagai sebuah perubahan.

Pertanyaan berikutnya yang mungkin muncul adalah mengapa harus saya yang melakukan perubahan, dan bukan orang lain. Secara sederhana jawabannya adalah karena kita adalah orang-orang terpilih. :) Dari sekitar 5 milyar penduduk bumi, hanya 1 milyar yang memeluk Islam, suatu segmen yang tidak terlalu besar. Dari sekian banyak pemeluk Islam, mungkin hanya sekitar 5 % yang menjadi mahasiswa. Berarti kita merupakan sebuah segmen yang sangat kecil. Dan dari sekian mahasiswa muslim, hanya puluhan atau mungkin ratusan yang tertarik mengikuti kajian, atau membaca tulisan bertemakan peran mahasiswa sebagai agen perubahan sosial. Orang-orang yang sedikit ini seharusnya tidak kemudian lepas tangan, yang artinya membiarkan perubahan berjalan ke arah yang tidak kita kehendaki. Dengan kata lain, kita telah sadar akan potensi yang kita miliki dan setiap potensi bermakna adanya tanggung jawab. Makin besar potensi yang dimiliki seseorang, makin besar pula tanggung jawab yang dimilikinya. Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Al Hakim, Rasulullah juga mengingatkan kita untuk mempergunakan lima kesempatan, yang di antaranya adalah masa muda sebelum datangnya tua.

Kesadaran bahwa kita 'harus' menjadi agen perubahan merupakan langkah awal yang kemudian harus dibarengi dengan pemahaman bagaimana cara melakukan perubahan atau ke arah mana perubahan itu kita arahkan. Di dalam surat Ali Imran:104 yang disebutkan di atas, Allah menyebutkan bahwa perubahan itu harus dilakukan ke arah "kebaikan". Dalam tataran praktis, tentu kita harus menyusun tujuan umum ke dalam sasaran-sasaran jangka pendek, jangka menengah hingga jangka panjang. Arah kebaikan yang dimaksud adalah Islam dan tauhid, sehingga sebagai tujuan jangka panjang adalah terbentuknya masyarakat dan pemerintahan yang Islami yang lingkupnya tidak hanya Indonesia namun dunia. bisa saja kita memikirkan perubahan kepemimpinan nasional, penggolan agenda reformasi, dst. Tentu dalam menyusun agenda jangka pendek kita perlu memikirkan secara lebih detil, disesuaikan dengan kondisi yang ada dan kondisi ideal yang kita inginkan.

Dalam ilmu sosiologis disebutkan ada dua pandangan tentang perubahan, yaitu pandangan materialistik yang meyakini bahwa tatanan masyarakat sangat ditentukan oleh teknologi atau benda. Misalnya Karl Marx yang menyatakan bahwa kincir angin menimbulkan masyarakat feodal; mesin uap menimbulkan masyarakat kapitalis-industri. Atau mungkin sekarang kita bisa mengatakan internet menimbulkan masyarakat informasi, dst. Sedang pandangan kedua adalah pandangan idealistik yang menekankan peranan ide, ideologi atau nilai sebagai faktor yang mempengaruhi perubahan. Dalam kaitannya dengan perbincangan kita, pandangan kedua inilah yang lebih mengena, di mana sasaran perubahan kita adalah manusia dan ideologi yang kita bawa adalah Islam.

Juga disebutkan bahwa ada tiga pendekatan yang dapat dilakukan untuk melakukan perubahan. Yang pertama dengan mengubah individu sehingga kemudian akan mempengaruhi tatanan sosial, kelompok atau organisasi. Yang kedua dengan mengubah kelompok, sehingga perubahan suasana dalam kelompok akan mempengaruhi individu (sebagai contoh orang yang sehari-harinya biasa saja, di dalam suatu momentum lambat laun akan terimbas untuk ikut melakukan amal-amal kebaikan, dll). Yang ketiga adalah menekankan pada perubahan struktur sosial yang kemudian akan menyebar ke seluruh bagian masyarakat. Kita bisa dan perlu melakukan ketiganya secara simultan, hanya saja perlu ditekankan bahwa perubahan yang langgeng adalah yang berasal dari pemahaman individu.

Padahal, dalam berbagai lintasan sejarah, dapat disimpulkan bahwa ada dua model umum bagi kaum muda dalam menyampaikan kritiknya. Pertama, Melalui gerakan aksi turun ke jalan. Bentuk gerakan ini, mulai dari demonstrasi, mimbar bebas, sampai pada aksi berbaris massal mendatangi sejumlah intansi yang diperkirakan dapat menyelesaikan persolan yang dikeluhkan oleh kaum pelajar. kritik-kritik dalam bingkai aksi turun kejalan sudah terasa mandul, sehingga perlu ada gerakan-gerakan di luar itu guna menyuarakan aspirasi masyarakat. Nyatanya, tradisi turun ke jalan kerapkali menjadi pemandangan yang sering kita jumpai di berbadai media, baik media elektronik maupun cetak. Alih-alih rasa perjuangan tanpa pamrih, kesadaran kolektifitas, tetesan darah dan air mata pun menajdi melekat di jiwa generasi bangsa.

Kedua, Gerakan Intelektual. Gerakan ini biasanya dilakukan oleh generasi muda melaui berbagai kajian, diskusi, talk sow, seminar sehari, dan pertemuan ilmiah, baik di dalam maupun luar kampus. Namun, kegiatan itu, dinilai oleh sebagian mahasiswa merupakan gerakan lamban dan tak begitu membuahkan hasil yang memuaskan.

Aksi protes mahasiswa sebetulnya tak perlu ditakuti, kalau pemerintah merasa takut terhadap aksi protes mahasiswa tegakanlah keadilan, berantas korupsi, kembalikan hak rakyat, ciptakan pemerataan, hilangkan kebiasaaan kongkalingkong dengan penguas dan jalankan demokrasi yang benar. Aksi mahasiswa tak bisa diredam dengan undang-undang, tindakan persuasif maupun refresif. Selama masih ada ketidak adilan, korupsi, penindasan hak asasi, otoriterian, aksi protes dari mahasiswa maupun rakyat akan selalu bermuncul kendati dalam bentuk yang berbeda-beda.

Terakhir ada dua kata kunci yang perlu diingat dalam melakukan perubahan ini, yang pertama adalah pembinaan (perkaderan) sehingga akan memberikan pemahaman dan motivasi yang langgeng. Dan yang kedua adalah kerja keras dengan beramal, karena Allah hanya menilai amal dan usaha kita bukan hasil dari usaha kita.

Mahasiswa dan Identitas Intelektualnya

Mahasiswa merupakan salah satu golongan dalam masyarakat dengan segudang peredikat serta tanggung jawab sosial disandang. dalam ranah sosiologis, setiap unsur yang ada memegang peranan dan menjalankan fungsinya masing-masing demi sistem sosial yang seimbang. tak terkecuali bagi mahasiswa. sejarah dunia mencatat mahasiswa sebagai agen perubahan yang menjadi ujung tombak pergerakan melawan berbagai macam penindasan dan ketimpangan. hal tersebut dikarenakan, mahasiswa sebagai makhluk intelektual yang mengenyam bangku pendidikan yang lebih tinggi, sehingga sudah sepatutnya merekalah yang paling mengerti mengenai segala macam ketimpangan yang terjadi oleh pemerintah. namun, terkadang beberapa gerakan yang dilakukan terkesan sporadis, asal-asalan dan serampangan, kurang koordinasi, dan terkesan yang penting ada. semua kesan tersebut muncul karena kadang beberapa isu yang diperjuangkan tidak dikelola dengan baik. terkadang beberapa isu yang tidak dianggap kontroversi malah diperjuangakan. demikian pula sebaliknya, dimana isu yang menyangkut harkat hidup orang banyak tidak dikelola dengan baik sehingga ketika setelah melakukan aksi maka dianggap selesai tanpa ada proses lanjutan, atau bahkan ketika menyampaikan aspirasi kepada pihak yang berwenang justru mendapat tanggapan berupa bantahan atas argumen yang disampaikan.

Landasan Teoritis dan data jika menyandang gelar insan intelektualitas, maka seyogyanya segala tindak tanduk para mahasiswa tidak terlepas dari koridor intelektualitas. dengan senantiasa mengedepankan intelektualitas dalam setiap gerakan yang dilakukan, tentu saja setiap isu yang coba diaspirasikan atau diadvokasi dapat dikelola dengan baik. hal tersebut bisa dilakukan dengan landasan yang kuat. setiap isu yang ada harus dilengkapi dengan data dan landasan teoritis yang kuat sehingga bisa menjadi pembanding jika diajukan kepada para eksekutor. bukan tidak mungkin, jika kemudian pada saatnya tiba ketika akan melakukan advokasi para eksekutor itu memiliki data dan landasan teori yang lebih kuat. oleh karena itu, jika teman-teman mahasiswa akan melakukan advokasi maka hendaknya segala perangkat pijakan dasar untuk mengelola isu disiapkan dengan matang agar dapat menjalankan fungsinya secara optimal. bukan tidak mungkin, jika segala macam argumen yang diajukan bertentangan dengan teori dan fakta yang ada dilapangan. maka jadilah insan intelektual yang sejati...

Rencana Tuhan Itu Indah


Ketika aku masih kecil, waktu itu ibuku sedang menyulam sehelai kain. Aku yang sedang bermain di lantai, melihat ke atas dan bertanya, apa yang ia lakukan.Ia menerangkan bahwa ia sedang menyulam sesuatu di atas sehelai kain. Tetapi aku memberitahu kepadanya, bahwa yang kulihat dari bawah adalah benang ruwet.Ibu dengan tersenyum memandangiku dan berkata dengan lembut: "Anakku, lanjutkanlah permainanmu, sementara ibu menyelesaikan sulaman ini; nanti setelah selesai, kamu akan kupanggil dan kududukkan di atas pangkuan ibu dan kamu dapat melihat sulaman ini dari atas."Aku heran, mengapa ibu menggunakan benang hitam dan putih, begitu semrawut menurut pandanganku. Beberapa saat kemudian, aku mendengar suara ibu memanggil; " anakku, mari kesini, dan duduklah di pangkuan ibu. "

Waktu aku lakukan itu, aku heran dan kagum melihat bunga-bunga yang indah, dengan latar belakang pemandangan matahari yang sedang terbit, sungguh indah sekali. Aku hampir tidak percaya melihatnya, karena dari bawah yang aku lihat hanyalah benang-benangyang ruwet. Kemudian ibu berkata:"Anakku, dari bawah memang nampak ruwet dan kacau, tetapi engkau tidak menyadari bahwa di atas kain ini sudah ada gambar yang direncanakan, sebuah pola, ibu hanya mengikutinya.Sekarang, dengan melihatnya dari atas kamu dapat melihat keindahan dari apa yang ibu lakukan.Sering selama bertahun-tahun, aku melihat ke atas dan bertanya kepada Allah;

"Allah, apa yang Engkau lakukan? "Ia menjawab: "Aku sedang menyulam kehidupanmu." Dan aku membantah, " Tetapi nampaknya hidup ini ruwet,
benang-benangnya banyak yang hitam, mengapa tidak semuanya memakai warna yang cerah ?"

Kemudian Allah menjawab," Hambaku, kamu teruskan pekerjaanmu, dan Aku juga menyelesaikan pekerjaanKu di bumi ini. Satu saat nanti Aku akan memanggilmu ke sorga dan mendudukkan kamu di pangkuanKu, dan kamu akan melihat rencanaKu yang indah dari sisiKu."