Senin, 15 Oktober 2012

Kupu-Kupu Berlafaz Allah

Lagi-lagi Allah SWT menunjukkan Kebesaran-Nya kepada makhluknya. Seekor kupu-kupu yang pada mulanya terlihat seperti daun yang kuning kering menempel di daun pintu rumah pemilik Bapak Amrullah Yasin yang terletak di Perumahan Pondok Pesantren Lamooso, Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara. Pada awalnya terlihat seperti daun, hingga pemilik rumah penasaran dengan daun tersebut sampai mengambil gambar pada objek tersebut hingga tiga kali. Ternyata memang objek tersebut adalah hewan yang berjenis kupu-kupu (Lihat gambar 1). Di bagian tubuhnya bertulislakan lafaz Allah yang dimana terlihat dua tulisan/lafaz Allah (Lihat gambar 2). Dan tidak hanya itu, masih ada hal yang unik lainnya, yaitu jika perhatikan secara seksama terlihat menyerupai bentuk bibir (Lihat gambar 3) dan berikutnya tergambar bentuk wanita yang menggunakan mahkota (Lihat gambar 4).


                                                                        Gambar 1


                                                                        Gambar 2


                                                                        Gambar 3


                                                                        Gambar 4





Tuhan Maha Besar atas segala sesuatu yang Dia ciptakan.


Oleh :
Amrullah Yasin, S.Ag
Ogenk Hatake, A.MM

Unaaha, 15 Oktober 2012




Jumat, 04 Mei 2012

Jadilah Mahasiswa, Tidak Sekedar Kuliah !



Kuliah, adalah kegiatan akademik yang terkait langsung dengan kewajiban mahasiswa dalam mengikuti kegiatan belajar mengajar di kampus sesuai dengan target kurikulum perguruan tinggi yang bersangkutan. Ukuran keberhasilannya adalah dalam bentuk nilai A, B, C, D atau E. Di akhir kegiatan perkuliahan, mahasiswa harus mengikuti sidang ujian Skripsi untuk memperoleh keberhasilan paling akhir, yaitu lulus sebagai seorang Sarjana dengan berhak menyandang gelar kesarjanaan dan memegang Ijazah Sarjana pula.

Lantas, apakah cukup seorang mahasiswa hanya berkuliah saja ? Tentu, amat tergantung dari cara pandang dan tujuan masing-masing mahasiswa selama berkuliah. Kalau bagi saya, yang pernah kuliah di perguruan tinggi, kegiatan kuliah saja belumlah cukup untuk belajar tentang masa depan bagi seorang mahasiswa. Sekurangnya, ada dua hal yang perlu dipelajari bagi mahasiswa selama berkuliah, di samping harus mengejar nilai akademik yang terbaik.
Pertama, mahasiswa harus belajar tentang dunia riil yang akan dihadapinya kelak, saat usai lulus dari bangku kuliah. Kedua, mahasiswa perlu belajar berteman secara lebih luas, dan berorganisasi dalam sebuah kegiatan yang  mendukung untuk keperluan tersebut. Gabungan antara kegiatan perkuliahan, kegiatan belajar dunia riil dan kegiatan belajar berteman dan berorganisasi, merupakan sesuatu yang amat dibutuhkan oleh mahasiswa, agar kelak dapat lebih siap usai kelulusannya sebagai seorang Sarjana.
Belajar tentang dunia riil, adalah belajar tentang beragam kemungkinan profesi, pekerjaan atau sekedar hobi, minat dan bakat yang akan dikembangkan dan ditekuni oleh mahasiswa kelak. Maka, ikutilah beragam kegiatan yang memungkinkan mahasiswa dapat belajar tentang hal tersebut, baik yang di selenggarakan di dalam kampus, maupun di luar kampus. Beragam kegiatan yang dimaksudkan untuk mengembangkan minat dan bakat, antara lain adalah seperti kegiatan olahraga, kegiatan seni, sastra atau teater, kegiatan karya jurnalistik, kegiatan penelitian, kegiatan broadcasting, hingga kegiatan belajar berbisnis, baik bisnis berbasis kreatifitas maupun bisnis konvensional pada umumnya. Tentu, tidak harus diikuti semuanya, namun perlu disesuaikan pula dengan hobi, minat dan bakat yang dimiliki oleh masing-masing mahasiswa.
Sementara itu, belajar berteman dan berorganisasi pun perlu dikembangkan oleh mahasiswa, meski porsinya amat disesuaikan dengan minat, bakat dan waktu yang tersedia dari masing-masing mahasiswa. Tentu, tidak harus selalu menjadi pengurus puncak di organisasi mahasiswa intra kampus atau ekstra kampus. Boleh jadi, mahasiswa cukup terlibat saja dalam sejumlah kegiatan yang diselenggarakan oleh organisasi mahasiswa atau non mahasiswa, apakah ikut sebagai peserta aktif, atau terlibat menjadi panitia saja. Kecuali, bagi mereka yang sangat berminat dan merasa punya bakat secara khusus dalam hal berognaisasi dan kepemimpinan, tentu dipersilakan untuk belajar lebih tinggi lagi.
Belajar berteman atau berorganisasi amat penting dalam membantu mengembangkan kepribadian dan memperluas jaringan pertemanan yang amat mungkin dibutuhkan saat usai kuliah nanti. Belajar berorganisasi pun, kelak akan terasa manfaatnya saat seorang sarjana telah menekuni sebuah bidang pekerjaan. Karena, apapun dan di manapun pekerjaannya, maka kemampuan berorganisasi dalam arti luas, seperti kemampuan bergaul dan berteman, atau kemampuan dalam mengelola orang lain, amat dibutuhkan bagi seseorang dalam menunjang karir pekerjaannya.
Prestasi akademik perlu diraih setinggi-tingginya, bila perlu raihlah sejumlah beasiswa yang tersedia. Ikutilah sejumlah lomba yang ada, seperti lomba karya tulis, atau lomba kreatifitas lainnya, baik yang diselenggarakan oleh kampus, maupun di luar kampus. Ditambah dengan pengalaman mahasiswa dalam belajar mengenai masa depan, serta belajar berteman dan berorganisasi, maka amat mungkin seseorang akan jauh lebih siap saat usai kelulusan sebagai seorang Sarjana.
Jauh, dari sebuah keadaan yang membingungkan, antara kehendak segera ingin memperoleh pekerjaan yang diimpikan dengan kenyataan kesempatan lapangan kerja yang ada. Sebuah keadaan yang biasa terjadi dan cukup sering menerpa bagi mereka yang baru lulus kuliah. Bahwa kelak jauh lebih tersadarkan, dirinya sudah bukan lagi berstatus sebagai mahasiswa dengan segala kondisi dan tuntutan dari kenyataan yang cukup berbeda.

Bagaimana dengan pendapat Anda ?

Ketelanjangan, Moralitas dan Peradaban Umat Manusia

 
Masih saja ada kekeluan ketika kita berhadapan dengan masalah moralitas. Masalah moralitas seringkali hanya dianggap sebagai urusan yang sangat bersifat pribadi. Tidak perlu diungkap, atau apalagi diperbincangkan di ruang publik. Celakanya, masalah moralitas seringkali masih dipersepsikan dan diberi reaksi secara kurang tepat, dan stigmatik. Seseorang akan dengan mudah untuk melabelkan cap sebagai sesuatu yang “sok moralis”, “sok suci” atau “sok alim”.  

Sebuah kondisi psikologi yang amat mungkin cenderung berakar pada fobia terhadap agama. Ada resistensi yang cukup kuat atas segala sesuatu yang berasal dan berbau agama. Benarkah demikian? Sesungguhnya, moralitas bukanlah identik dengan agama. Moralitas adalah bagian dari nilai-nilai kemanusiaan universal.
Lalu, untuk apa nilai-nilai moral itu? Sejatinya, untuk kemanusiaan itu sendiri, agar dapat dihadirkan secara lebih beradab dan mampu meneruskan tugas-tugas kemanusiaan secara berkesinambungan. Agar umat manusia mampu mempertahankan kehidupannya di muka bumi ini.
Tanpa moralitas, maka kemanusiaan akan hancur. Mengapa? Karena moralitas pada hakikatnya merupakan fondasi yang kokoh dalam menopang kemanusiaan. Tanpa moralitas yang kokoh, maka peradaban umat manusia hanya menunggu waktu untuk kepunahannya.
Itulah mengapa, bangsa-bangsa dengan peradaban yang maju selalu ditopang oleh basis moral yang kuat. Tak akan maju sebuah bangsa yang tidak didasarkan pada moralitas atau etik yang tegar dan kuat. Ada kebenaran, kejujuran,  ketulusan, ada harga diri, kehormatan, kebanggaan, kesetiaan, ada tanggung jawab, kepercayaan, penghargaan, ada kebaikan, kebijaksanaan, kelembutan, ada persaudaraan, perdamaian, kasih, sayang, dan cinta, dan seterusnya.
Agama, memang salah satu sumber nilai-nilai moral. Namun, agama bukanlah satu-satunya sumber moralitas bagi umat manusia. Ada banyak lagi sumber moral selain berasal dari agama. Ada filsafat, ada ilmu pengetahuan, ada seni, dan lain-lain. Namun, intinya sama saja, semua berasal dari akal budi manusia yang dianggap berbeda dengan jenis makhluk lainnya.
Sebagai contoh, berbuat telanjang pada dasarnya sah-sah saja, tidak ada yang salah. Namun, ketelanjangan memiliki konteks ruang dan waktu yang dianggap cocok. Penempatan ketelanjangan secara sembarangan dianggap akan melukai nilai-nilai kemanusiaan universal, yang berakar pada filosofi bahwa manusia merupakan mahluk yang lebih terhormat dan beradab dibandingkan mahluk lainnya.
Pun, demikian ketika kita hendak berbicara atau mengungkapkan ekspresi tentang ketelanjangan. Penghargaan atas nilai-nilai kemanusiaan universal, perlu untuk selalu dipertimbangkan saat kita hendak menilai sebuah kepantasan dan kewajaran berekspresi. Selalu ada ruang terbuka untuk bebas berekspresi, namun akan selalu ada moralitas bersama yang mengatur tentang dimana sebaiknya kepantasan dan kewajaran berkspresi itu ditempatkan.
Tentu saja akan ada ruang relativitas untuk masalah moralitas. Selalu akan ada penyesuaian dari waktu ke waktu, dan dari tempat yang satu ke tempat yang lainnya. Setiap individu atau kelompok memiliki hak untuk mengusung dan mempromosikan pandangan yang dianggapnya sesuai dan mewakili kepentingannya. Ada ruang, dimana akan terjadi interaksi dan dialog mengenai sikap dan pandangan itu, untuk kemudian melahirkan relativisme moralitas yang dianggap lebih objektif.
Kejujuran yang mendalam adalah kuncinya. Bersikap toleran atas kepentingan umum yang lebih besar adalah keinsyafan yang jauh lebih utama. Agar selubung atas nama apapun tidak memiliki kesempatan untuk menutupi akar masalah yang sesungguhnya. Agar konteks masalahnya tidak kemudian menjadi lari ke sana kemari, menjadi sekedar perdebatan tentang “batas-batas” ketelanjangan atas nama klaim relativisme dan absurdisme yang kian mengaburkan masalah yang sebenarnya.
Betapapun relatif dan sangat absurd, namun masalah kemanusiaan haruslah hadir pada tataran yang lebih konkrit. Mengapa? Agar umat manusia tidak lupa dari konteks masalah konkret yang dihadapinya secara bersama. Ada masalah kemiskinan dan ketidakadilan, ada masalah korupsi yang akut, ada masalah ancaman lingkungan hidup, ada masalah kekerasan dan konflik, dan seterusnya.
Dalam konteks ini, maka perbincangan mengenai masalah moralitas sesungguhnya merupakan bagian integral dari upaya mencari solusi secara holistik dalam mengatasi masalah-masalah konkret tersebut. Ada masalah budaya kemanusiaan yang sedang dan akan terus diperjuangkan. Agar nilai-nilai moralitas kemanusiaan universal akan terus dapat menjadi fondasi yang kokoh dalam menopang tegaknya sebuah peradaban umat manusia.

Selasa, 10 April 2012

Sekungkungan Cerita





Lagu Ini Untukmu

Hai gadis.....
Yaaa... kau
kau .....
Kau yang tetangga rumahku
Manis sekali

Bisakah kau menemaniku bernyanyi ?
Walaupun sejenak saja
Dengan menggunakan gitar
Yang tak mampu kumainkan

Sekalipun kau hanya duduk di sampingku
Itu juga baik
Sebab dengan senyum itu darimu
Mebuatku bisa bernyanyi

Dengan senyummu itu
Juga bisa membantuku menciptakan sebuah lagu
Terima Kasih
Laguku ini untukmu


24 Desember 2011


 ----------------------------------------------------------------------------- 

Tolong Lihat

Tolong lihat puisi saya !
Tolong lihat puisi saya !
Tolong lihat puisi saya !
Tolong . . . !
Tolong lihat !
Tolong . . . !
Tolooooooooooooooooonnnnnnnngggg . . . . . . . Lihat Puisi saya !

Aku ingin mengatakan sesuatu
Jadi, tolong dengarkan !

Bahwa,
Aku ingin....
Aku...
Aku...
Aku ingin mengatakan
Aku ingin mengatakan
Aku ingin mengatakan
Aaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa.......ku ingin mengatakan
Bahwa, Aku sudah tak Cinta Negara ini lagi.

23 Desember 2011


----------------------------------------------------------------------------- 



Tak Berjudul


Oh.... Tuhan...
Dialah gadis diwaktu itu
Sepertinya aku tak berjumpa lagi di malam ini
Mimpiku menunggu tawaran itu

Oh.... Tuhan...
Senyumnya indah

Walaupun bagi-Mu seyumnya
tak sebanding dengan langit-Mu
Tetapi bagiku senyumnya setara dengan indah langit-Mu

Sebab, Engkaulah yang tak terbatas dan
Akulah yang terbatas.

Aku jatuh cinta pada engkau ya Tuhan
Melaui ciptaanmu yang begitu indah

20 Desember 2011

 ----------------------------------------------------------------------------- 



Aku Turut Prihatin

Oh Kakanda Bangsa !? Prihatinlah Pada Adinda Bangsa
Aku cucu bangsa prihatin kepada Adindamu si Bangsa
Sekalipun Aku tidak begitu tau masalah bangsa
Patutlah Aku si cucu bangsa prihatin walaupun dalam ketidak tahuan

Lakukanlah sesuatu agar Aku bangga kepada Bangsa
Saat ini kata yang Aku bisa katakan sebagai cucu bangsa yaitu
Aku Turut Prihatin.

17 Desember 2011

 ----------------------------------------------------------------------------- 


Sang Pemulung

Aku ingin menjadi seorang guru tanpa murid
Aku ingin menjadi wartawan tanpa surat kabar, dan
Aku ingin Menjadi Penulis tanpa buah karya

Biarlah tidak perlu dibanggakan
Karena aku seorang yang siap menjadi
Kuli tinta dan pemulung kata-kata

8 Desember 2011


 ----------------------------------------------------------------------------- 



Dua Enam Desember


Berdiri aku
Di pinggir susahnya suapan
Kepala yang tak henti mencongak
Menanti petunjuk pada yang Ada

Oh Tuhan...
Tidakkah berdosa jika aku menangis dan marah ?
Tetapi...
Aku lebih takut lagi jikalau engkau yang marah
Takut
Takut sekali
Seperti ketakutan ketika engkau marah

Bagi kami air kan selalu mencari tempat yang rendah
Tetapi bagimu air bisa mencari tempat yang lebih tinggi
Dua Enam Desember
Masih teringat jelas pukulan itu

Duhai langit.... duhai alam raya....
Duhai alam semesta
Dialah yang punya Cinta
Duhai Ada... duhai tidak ada
Aku Percaya


26 Desember 2011


----------------------------------------------------------------------------- 


Cerita dan Doa’ Calon Pemimpin

Negeriku ini penuh dengan orang hebat
Tak kalah dengan Superman, Batman ataupun Ironman
Hebat, bisa terbang, dan keras seperti besi
Negeriku ini penuh dengan artis
Tak kalah dengan pemain sinetron professional
Pandai Ekting jelasnya
Mengagumkan bukan ?
Hahahahaha . . . . . . itulah kehebatan Negeri ku ini

Terkadang saya sendiri bingung
Tak mampu membedakan antara pemimpin Negeri dan artis sinetron
Mereka hanya mampu bersolek
Bertarung seperti difilem laga

Oh… Penguasa jagad raya ini
Kami prihatin sekali dengan negeriku ini
Membuat kami tak bangga lagi pada negeri ini
Saya yakin kekecewaan akan berlanjut pada anakku ini

Tuhan…. Tolong rekomendasikan
Izinkan saya memimpin dan mewarnai Negeri ini nantinya.
Amin…


27 Desember 2011
-----------------------------------------------------------------------------


Mati Tanpa Pamit



Angin seperti mendesis
Hujan malam turun
Menghembus masuk ruangan
Mengusap kulit, mengular kedinginan
Di luar, di tengah keheningan terdengar daun pelindung kering lepas dari ranting

Tiga kali luruh menyentuh genting
Mengusik pikiranku akan makna
Makna kehidupan sebelum kematian
Dari mana dan mau ke mana segala ciptaan yang ada ini
Sementara kerdip lilin menyala tidak seberapa

Lidah-lidah apinya tidak lebih besar dari nyala korek api
Sebentar-sebentar terombang-ambing
Berputar-putar seperti hendak mempertahankan diri dari hembusan angin
Dalam suasana itu engaku bersedekap dada
Seraya memejamkan mata layaknya pertapa yang khusuk memanjatkan doa
Engkau tampak semakin tidak peduli kepadaku
Tampak benar engkau tidak mau tahu akan keinginanku

Kata-kata Engkau yang kutunggu tidak sepatah pun terucap
Pikiranku berputar-putar
Penglihatanku terarah ke segala penjuru ruangan
Semuanya diam membisu
Seperti Engkau!
Dalam suasana seperti itu keputusanku 
Untuk melaksanakan rencana kematian makin bulat meluap-luap
“Mati tanpa pamit lebih baik!”
Pikirku
“Makin cepat mati, makin baik!”
Itu yang menjadi  pertimbanganku.


27  Desember 2011  
-----------------------------------------------------------------------------

Bekal

Seingatku
Kemarin di Kota kau berkata-kata
Sekarang di Desa kau diam
Besok entah dimana kau mati

Bergegaslah kawan kau bicara
Sebelum kau dibicarakan

Kau baik, kau buruk
Kau begini dan kau begitu
Tidak tahu benar yang mana
Entahlah....
Entahlah....
Entahlah....
Informasi itu juga saya terima

Jadi, persiapkan bekalmu mulai saat ini
Atau kita bersama untuk membekali

29 Januari 2012


-----------------------------------------------------------------------------


Sekungkungan Cerita

Terkadang berfikir
Lewat betapapun pikiran berkata
Tanpa tanya !
Gambaran yang menakjubkan di telinga
Disini ?

Kini bayangkan
Laut kini berlangit
Kita yang berbasah
Kemudian ingat !

Lewat lutut yang tidak tegap
Mata yang sulit menangkap bahwa ini pagi
Tetap merasa tak yakin
Tak yakin untuk meyakinkan ruangan terbatas
Bersuara tak terlihat

Namun berbayang kan bergelembung
Gelembung kan naik tak berberat
Hingga ke atas hingga juga bergeming

Di batas nafas dan setengah pemikiran kecil
Mengenai sekungkungan cerita
Ketika memenuhi batin untuk padam dan berkata ini benar


5 Februari 2012


-----------------------------------------------------------------------------