Rabu, 05 Juni 2013



 Taman Bualan Hadiah Untuk Rakyat


Lipatan panasnya matahari yang semakin membentang
Ranting tua dan daun menguning
Tak henti satu persatu berguguran
Wajah tanahpun menjadi murung
Sebab, eloknya taman adalah bagian darinya

Cerita tentang manusiapun seperti itu
Lahan dijadikan kertas demi gelar
Yang katanya impian walau tambahan modal kebohongan
Ilmu dan pengetahuan selama ini dicari
Makin menjauh dan menjadi abstrak kian abadi

Ketika berdiri melantangkan suara
Dan berkata “Aku dari rakyat, berdiri karena rakyat, dan kembali untuk rakyat”
Kemudian dengan santun berkata “Demi Tuhan demi rakyat”
Yah, sebab waktu terus berputar
Lontaran dari mulutpun menjadi basi
Tak sedikit dari yang lain
Menganggap itu adalah bualan semata
Yang dinilai janji dari sang pembual

Maka gugurlah keindahan itu
Gugurlah kepercayaan itu
Gugurlah yang dulunya hijau

Dan pada akhirnya
Murunglah wajah rakyat
Dimana rakyat adalah polisi diraja semesta
Rakyat…
Rakyat…
Suara rakyat suara Tuhan



Ogenk Htk, 5 Juni 2013

Rabu, 22 Mei 2013

Individu dan Masyarakat









Setiap orang itu adalah suatu kenyataan perorangan yang tidak terbagi, dimana masing-masing orang menjadi “instansi” juga nantinya pertanggungjawaban terakhir dan mutlak dalam pengadilan sejarah kehidupan. Setiap  perorangan itu juga yang nantinya dituntut untuk menunjukkan diri sebagai makhluk social yang bermoral, dan bertanggung jawab, dimana kemudian akan memikul segala amal perbuatannya yang tidak mungkin mampu mendelegasikan kepada pribadi yang lain.
Seperti yang dikatakan Kakanda Buana Raja yaitu dimana nilai pada pribadi adalah sama dengan nilai kemanusiaan universal, sebagaimana nilai kemanusiaan universal adalah sama dengan nilai kosmis seluruh alam.

Pada dasarnya, apakah manusia makhluk sosial ?

Hal itu telah dibahas sejak dulu. Apakah sejak dulu manusia itu tercipta sebagai makhluk sosil ? Atau, atau tercipta sebagai bagian keseluruhan ? atau dapat menyatu dengan keseluruhannya ? Atau terpaksan bermasyarakat ?
Jika kita mampu mencerna dengan baik maka jawabannya cukup sederhana yaitu dimana manusia dengan melalui akalnya, dapat menyadari bahwa dengan kerja sama dan kehidupan bersama manusia dapat lebih menikmati bagaimana alam ini dan apa saja kenikmatan yang ada di dalamnya. Itu artinya sesuai dengan keinginannya sendiri.
Perlu kita ketahui bahkan seperti yang dikatakan Cak Nur bahwa tidak boleh menjadi alasan bagi manusia untuk kehilangan perspektif dan berani menyatakan untuk melepaskan tugas sucinya sebagai saksi-saksi Tuhan di bumi yang menuntut rasa keadilan dan keseimbangan dalam penilaian, di mana misi itu adalah “kemenangan manusia itu sendiri”. Oleh karena itu saya dapat menyimpulkan bahwa baik karena fitrahnya, terpaksa, atau karena pilihannya sendiri, manusia hidup bermasyarakat.



Sabtu, 18 Mei 2013

Isyarat Yang Bersujud



Duluai... Duluai... Duluai...
Duluai...Duluai...Duluai...

Wahai kau penunggu kemarau
Dengan kesaksian jarum jam
Impianmu pun terlempar
Sampai ke altar yang kian memudar
Dan usiamupun tersamar

Sesekali merenungi usaha
Yang keinginan semakin menyapu

Bibir berzikir
Kepala tak henti berfikir dan
Hatipun serasa tersingkir





Ogenk Htk. 2013

Makkundrai dan Meja Tua

Terangkul inspirasi menuju cerita
Dengan modalkan dudukan kaki empat dan sandaran setengah bahu yang tak pernah hendak menunggu kopiku berlabu.
Mengapa ?
Sebab, mejaku belum ada.
Di samping terlihat,
Meja tua paket perempuan seraya menuntutku untuk mengangkat kursiku dan duduk di depannya.
Tak sangka
Dia bertanya : Hauskah ?
Aku jawab : Yah, aku ingin secangkir kopi
Buatlah dengan gula yang tak semua melarut
Sebab kelak kau bertanya, maka sempurnahlah kenikmatan
Dengan separuh adukan gula yang kau tuang, berputar dalam ruang dan waktu,
Gula melarut air memanis
Pada meja tua ini
Aku mencatat hal-hal menjadi sebuah cerita
Taukah kau
Meja tua menuliskan
Sewaktu-waktu kita akan singgah
Untuk lanjutkan cerita
Yang tak lagi basah
Maaf, aku tak habiskan kopi
Sebab nanti
Aku akan kembali
Di sini,
Di meja tua ini

Noersy Ogenk, 16 Mei 2013

Selasa, 12 Februari 2013

LUAR BIASA, POHON BERBUAH POSTER BALEHO




Itulah Fakta Yang Terjadi Sebuah Tradisi Pesta Demokrasi Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah di Seluruh Wilayah Nusantara Salah Satunya Daratan wilayah Provinsi Sulawesi Tenggara Khususnya Daerah Kabupaten Konawe yang saat ini tengah melaksanakan persiapan pemilihan Bupati dan Wakil Bupati konawe. Hampir sepanjang jalan Lintas Kecamatan Kab. Konawe kita di suguhkan dengan sebuah pemandangan berbagai Macam Pernak pernik keindahan sudut kota, yakni salah satunya adanya poster-poster dan baleho dimana yang terpasang di setiap sisi jalan Lintas Transportasi baik Lorong-lorong kecil, jalan pedesaan maupun jalur lintas kecamatan ini merupakan bagian dari sebuah pemandangan yang cukup Unik tampaknya sebuah Gambar- gambar yang penuh warna di Tiap-tiap pohon yang di anggap Strategis dalam mempublikasikan sebuah Hasrat Politik Masing-masing Figur Hadirnya Sosok-sosok para petarung yang akan menghiasi dan meramaikan Bursa Pesta Demokrasi Pemilihan Kepala Daerah Kabupaten Konawe, tentunya pohon ini di anggap sebuah Wadah Penyediaan Media-media Publikasi yang sifatnya Sosialisasi sebagai bagian dari Instrumen pendukung Terciptanya Kegiatan Politik itu Sendiri, betapa tidak Fakta yang terjadi pohon merupakan sasaran tempat penampungan Iklan-iklan politik yang Mengandung Promosi dengan memuat berbagai macam Petunjuk Politik walaupun adanya ia hanyalah sebuah Sosok Saksi Bisu yang tetap Kokoh berdiri sekalipun di terjang Angin, Hujan dan Panas.


Pohon yang berbuah Musiman itu ( Musim Pesta Demokrasi ) tidak hanya menghasilkan Buah itu sendiri yang Layak untuk Dikonsumsi dan di Nikmati oleh Masyarakat, tapi Buah yang satu ini sangat beda dengan Buah yang sesungguhnya dimana Buah Poster dan baleho ini hanya dapat di Konsumsi oleh Mata, di Cerna oleh Akal Pikiran, dan di tentukan oleh Hati Nurani berdasarkan kebutuhan para Penikmat Buah  tersebut yang akhirnya Musim  Buah Poster Baleho itu hanya akan dapat di Petik dan Dipanen oleh para Konstituen-konstituennya sebagai bagian dari pada Pendukung Buah itu sendiri. Masalah Pahit dan Manisnya Buah Baleho itu tergantung siapa Pemenang dan siapa yang Kalah nantinya, ketika Hadirnya Sang Pemenang maka Buah Poster Baleho itu akan tumbuh semakin Besar dari Buah-buah sebelumnya dan Gugurnya yang Kalah maka Buah Poster Baleho itu akan hilang dengan sendirinya dan tidak Akan tumbuh lagi di Pohon itu. Itulah sebuah Gambaran Ilustrasi Politik antara  Perpaduan Tumbuhan dan Politik. Sebuah Realita yang terjadi ternyata yang Namanya Pohon mempunyai Peran yang cukup Besar dalam Kanca Pesta Demokrasi Pemilihan Umum.



 Oleh :
 TONY ARDIANSYAH WARTAWAN KPK KONAWE- SULTRA
OGENK HATAKE KABID PA CAB. UNAAHA