BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Dinamika gerakan Islam Indonesia dalam beberapa
tahun belakangan menunjukkan tingkat penting yang cukup menggembirakan. Peranan
ormas-ormas Islam bagi perbaikan umat dan kemajuan perkembangan Islam dinilai
banyak kalangan semakin meningkat. Namun demikian, di balik perkembangan
positif tersebut, tetap saja gerakan Islam dihadapkan pada berbagai tantangan
yang tak kecil, seperti tudingan membawa paham radikalisme Islam, otak di balik
serentetan aksi kekerasan dan terorisme (khususnya oknumnya), hingga penilaian
sebagian kalangan yang menunjuk sebagian ormas Islam kerap berbuat anarkhis.
Radikalisme belakangan ini menjadi gejala umum di
dunia Islam, termasuk Indonesia. Reaksi keras yang hampir serentak di dunia
Islam terhadap kasus karikatur Nabi Muhammad hanya riak kecil dari serangkaian
gelombang radikalisme yang lebih besar. Gejala radikalisme di dunia Islam bukan
fenomena yang datang tiba-tiba. Ia lahir dalam situasi politik, ekonomi, dan
sosial budaya yang oleh pendukung gerakan Islam radikal dianggap sangat
memojokkan umat Islam. Mereka merasa aspirasi mereka tidak tersampaikan dengan
baik karena sistem politik yang dikembangkan adalah sistem kafir yang dengan
sendirinya lebih memihak kalangan nasionalis sekuler ketimbang umat Islam itu
sendiri.
Radikalisme agama terjadi pada semua agama yang ada.
Di dalam Hindu munculnya radikalisme tampak sebagai respon ketika Mogul Emperor
menaklukkan India, di samping juga ketika penjajahan Inggris menguasai India
yang diikuti oleh konversi dari Hindu ke Kristen yang dilakukan oleh para
misionaris saat itu.
B.
Rumusan
Masalah
1. Apakah
yang dimaksud dengan Radikalisme ?
2. Apakah
faktor-faktor penyebab munculnya gerakan Radikalisme ?
3. Bagaimakah
Islam di tengah fenomena radikalisasi keagamaan
? dan
4. Bagaimanakah
Penanganan gerakan radikalisme
C.
Tujuan
Adapun tujuan dalam makalah ini yaitu dimana
membahas tentang Islam di tengah fenomena radikalisasi keagamaan dan penanganan
gerakan radikalisme.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Radikalisme dan Keagamaan
1. Radikalisme
Radikelisme
adalah suatu paham yang menghendaki adanya perubahan, pergantian, penjebolan
terhadap suatu sistem di masyarakat sampai ke akarnya bila perlu menggunakan
cara-cara kekerasan. menginginkan adanya perubahan total terhadap suatu kondisi
atau semua aspek kehidupan masyarakat.
2. Keagamaan
Definisi
tentang agama dipilih yang sederhana dan meliputi. Artinya definisi ini
diharapkan tidak terlalu sempit atau terlalu longgar tetapi dapat dikenakan
kepada agama-agama yang selama ini dikenal melalui penyebutan nama-nama agama
itu. Untuk itu terhadap apa yang dikenal sebagai agama-agama itu perlu dicari
titik persamaannya dan titik perbedaannya.
Manusia
memiliki kemampuan terbatas, kesadaran dan pengakuan akan keterbatasannnya
menjadikan keyakinan bahwa ada sesuatu yang luar biasa diluar dirinya. Sesuatu
yang luar biasa itu tentu berasal dari sumber yang luar biasa juga. Dan sumber
yang luar biasa itu ada bermacam-macam sesuai dengan bahasa manusianya sendiri.
Misal Tuhan, Dewa, God, Syang-ti, dan lain-lain atau hanya menyebut sifat-Nya
saja seperti Yang Maha Kuasa, Ingkang Murbeng Dumadi, De Weldadige dan
lain-lain.
B.
Faktor-Faktor
Penyebab Munculnya Gerakan Radikalisme
Gerakan radikalisme sesungguhnya bukan sebuah
gerakan yang muncul begitu saja tetapi memiliki latar belakang yang sekaligus
menjadi faktor pendorong munculnya gerakan radikalisme.
Diantara
faktor-faktor itu adalah :
1. Faktor-faktor
sosial-politik. Gejala kekerasan “agama” lebih tepat dilihat sebagai gejala
sosial-politik daripada gejala keagamaan. Gerakan yang secara salah kaparah
oleh Barat disebut sebagai radikalisme Islam itu lebih tepat dilihat akar
permasalahannya dari sudut konteks sosial-politik dalam kerangka historisitas
manusia yang ada di masyarakat. Dalam hal ini kaum radikalisme memandang fakta
historis bahwa umat Islam tidak diuntungkan oleh peradaban umum sehingga
menimbulkan perlawanan terhadap kekuatan yang mendominasi. Tentu saja hal yang
demikian ini tidak selamanya dapat disebut memanipulasi agama karena sebagian
perilaku mereka berakar pada interpretasi agama dalam melihat fenomena
historis. Karena dilihatnya terjadi banyak penyimpangan dan ketimpangan sosial
yang merugikan komunitas Muslim maka terjadilah gerakan radikalisme yang
ditopang oleh sentimen dan emosi keagamaan.
2. Faktor
emosi keagamaan. Harus diakui bahwa salah satu penyebab gerakan radikalisme
adalah faktor sentimen keagamaan, termasuk di dalamnya adalah solidaritas
keagamaan untuk kawan yang tertindas oleh kekuatan tertentu. Tetapi hal ini lebih
tepat dikatakan sebagai faktor emosi keagamaannya, dan bukan agama (wahyu suci
yang absolut) walalupun gerakan radikalisme selalu mengibarkan bendera dan
simbol agama seperti dalih membela agama, jihad dan mati stahid. Dalam konteks
ini yang dimaksud dengan emosi keagamaan adalah agama sebagai pemahaman
realitas yang sifatnya interpretatif. Jadi sifatnya ketidak mutlakan dan
subjektif.
3. Faktor
kultural ini juga memiliki andil yang cukup besar yang melatarbelakangi
munculnya radikalisme. Hal ini wajar karena memang secara kultural, sebagaimana
di dalam masyarakat selalu diketemukan usaha untuk melepaskan diri dari jeratan
jaring-jaring kebudayaan tertentu yang dianggap tidak sesuai. Sedangkan yang
dimaksud faktor kultural di sini adalah sebagai anti tesa terhadap budaya
sekularisme/pahan keduniaan. Budaya Barat merupakan sumber sekularisme yang
dianggab sebagai musuh yang harus dihilangkan dari bummi. Sedangkan fakta
sejarah memperlihatkan adanya dominasi Barat dari berbagai aspeknya atas
negeri-negeri dan budaya Muslim. Peradaban barat sekarang ini merupakan
ekspresi dominan dan universal umat manusia.
4. Persepsi
tentang pemerintahan yang buruk, ketidak pastian hukum, masalah pengangguran
serta krisis sosial, faktor ini pun juga ikut andil yang besar pula, sehingga
muncul radikalisme agama di Indonesia. Dan kebanyakan faktor ini yang muncul di
Indonesia, pemerintahan harus segera menangani hal tersebut supaya gerakan
radikalisme dapat segera dicegah.
C.
Islam Di Tengah Fenomena Radikalisasi Keagamaan
Radikalisme atau kekerasan dalam dan atas nama agama
bukan hanya merupakan “bidah keagamaan” kontemporer, melainkan juga “bidah
peradaban” yang sangat mengkhawatirkan. Disebut bidah keagamaan, karena praktik
radikalisme keagamaan ini tidak pernah diteladankan oleh Rasul.
Menurut Karen Armstrong (2001: 385), keberhasilan
perjuangan Nabi Muhammad, bukanlah dengan pedang, melainkan dengan menggunakan
kebijakan anti kekerasan yang kreatif dan jujur. Disebut bidah peradaban,
karena radikalisme keagamaan tersebut telah menyimpang dari cita-cita dan visi
peradaban manusia, yaitu hidup harmonis dengan lingkungan dan sesamanya.
Menurut Jim Ife dan Frank Tesoriero (2008: xiii)
kebutuhan untuk hidup harmonis antara manusia dengan lingkungan dan sesamanya
itu merupakan prasyarat peradaban.
Muncul berbagai studi yang kerap kurang proporsional
melabelkan kekerasan atau radikalisme keagamaan tersebut pada Islam. Muncullah
sebutan Islam radikal, Islam funmentalis atau Islam lainnya yang dikelompokkan
kepada Islam garis keras. Dalam sejumlah studi, tak jarang juga sejumlah
institusi keagamaan Islam, seperti pesantren dan madrasah dituduh sebagai
“sarang teroris”, tempat bersemainya benih kekerasan.
Bahkan, riset baru-baru ini, melansir temuan bahwa
masjid sebagai tempat suci par exellence umat Islam yang menjadi basis
tumbuhnya benih radikalisme keagamaan. Temuan ini mungkin ada benarnya, karena
fakta sosiologis menunjukan bahwa masjid sangat terbuka bagi akses siapa pun,
termasuk kelompok Islam garis keras.
Akan tetapi, adalah fakta sosiologis juga, bahwa
masjid sangat terbuka untuk diakses oleh kelompok Islam moderat atau komunitas
yang memperkenalkan Islam sebagai agama yang ramah dan penebar rahmat. Oleh
karena itu, tulisan ini berpendapat bahwa studi atau temuan bahwa masjid
menjadi basis persemaian radikalisme keagamaan, tidak sepenuhnya benar.
Terdapat sejumlah masjid yang justru melakukan perlawanan terhadap praktik
radikalisme keagamaan dan memperkenalkan agama sebagai rahmat atau pelayan bagi
kemanusiaan. Masjid semacam itu, pada umum dikelola dan dimakmurkan oleh
kelompok Islam moderat yang memperkenalkan visi Islam sebagai rahmatan
lil’alamin.
Namun ada juga sebagian kelompok mau pun golongan
suatu agama yang mempunyai sikap radikal atau radikalisme, yang kemudian
disebut dengan radikalisme keagamaan, termasuk radikalisme islam. Radikalisme
yang kebanyanyakan di jumpai dalam kehidupan masyarakat, tidak hanya dalam
golongan agama islam saja namun ada juga di dalam agama selain islam, selain
itu juga ada dalam golongan-golongan yang lainnya. Gerakan keagamaan yang
menyertai kekerasan itu hanya dilakukan oleh organisasi besar dan mapan.
Kejadian-kejadian sporadis yang berupa pemboman pesawat sipil, barak tentara
atau pasar, juga penculikan, kelompok-kelompok yang biasa disebut Barat sebagai
”teroris”.
Radikal berarti memiliki wawasan tertentu untuk
melepaskan diri dari cengkraman masa lalu. Sedang kan radikalisme adalah
gerakan sosial yang menolak secara menyeluruh tertib sosial yang sedang berlaku
dan di tandai oleh kejengkelan moral yang kuat untuk menentang dan bermuduhan
dengan kaum yang mempunayai hah-hak istimewa dan yang berkuasa.
Sementara Islam merupakan agama kedamaian yang
mengajarkan sikap berdamai dan mencari perdamaian. Islam tidak pernah
membenarkan praktek penggunaan kekerasan dalam menyebarkan agama, paham
keagamaan serta paham politik. Namun banyak orang yang menyalah artikan dari
radikalisme sendir, banyak yang memahami agama islam dalam pandangan yang keras
dalam menyakini, memahami dan melaksanakan ajaran agama islam, dalam dalam hal
politik, islam garis keras, islam yang berwatak ideologi yang keras, islam yang
serba kewahyuan dan yang lainnya.
D.
Penanganan
Gerakan Radikalisme
Sebagai kesatuan paham dan gerakan, radikalisme
agama tidak mungkin dihadapi dengan tindakan dan kebijakan yang parsial.
Dibutuhkan perencanaan kebijakan dan implementasi yang komprehensif dan
terpadu. Problem radikalisme agama merentang dari hulu ke hilir.
Tindak radikalisme tidak akan pernah surut sampai
kapanpun. Meski demikian tindak radikalisme sangat dimungkinkan untuk
dieliminasi.
Kecenderungan yang terjadi baik negara atau badan
penanganan terorisme hanya melakukan penanganan melalui satu kacamata.
Seolah-olah penyebabnya hanya faktor tunggal yakni ideologi. Ini yang
menyebabkan kita sulit untuk bergerak, karena ada faktor lain diluar agama yang
menyebabkan bergeraknya kelompok ini seperti ketidakadilan, Kemiskinan,
marjinalisasi, keterbelakangan, dan lainnya, sehingga agama menjadi medium
pemeriksaan perkara oleh hakim. Belum lagi, rapuhnya hukum nasional yang
menggerakkan masyarakat untuk melawan dan menerobos koridor hukum. Karena itu,
disayangkan pemerintah yang menutup pintu pendidikan agama sebagai penanganan
tindak radikalisme.
Radikalisme Islam juga tercermin dalam kelompok NII
seringkali menimbulkan persoalan sosial di tengah masyarakat. Karena itu sudah
menjadi kewajiban seluruh masyarakat serta bangsa Indonesia tanpa melihat suku,
adat, budaya, agama maupun ideologi untuk menangani sekaligus mencegah
berkembangnya. Gerakan penanganan itu tidak harus menunggu instruksi atau
anjuran pemerintah pusat. Tetapi demi terbinanya ketentraman masyarakat dan
stabilitas sosial, gubernur, bupati/walikota,ormas-ormas, bisa mengambil
langkah-langkah pengamanan.
Penataan politik dan sosial harus ditata yang bagus
dan rapi, supaya tidak ada permainan politik individualnya yang dapat merugikan
rakyatnya. Dalam menentukan masalah atau anggota yang terlibat sebaiknya jangan
membawa nama atau istilah agama supaya tidak menyulut perkara yang lebih besarlagi.
Selain itu penanaman agama harus dilakukan sedini mungkin dan dimatangkan serta
terapkan dalam kehidupan pada masa sekarang ini, dengan di ajak berfikir yang
sesuai kentek masa sekarang maka akan menjadikan pencegahan awal.
BAB III
P E N U T U P
KESIMPULAN
Praktek kekerasan (radikalisme) yang dilakukan oleh
sekelompok umat Islam tidak dapat dialamatkan kepada Islam sehingga propaganda
media Barat yang memojokkan Islam dan umat Islam secara umum tidak dapat
diterima. Islam tidak mengajarkan radikalisme, tetapi perilaku kekerasan
sekelompok umat Islam atas simbol-simbol Barat memang merupakan untuk memberi
label dan mengkampanyekan anti-radikalisme Islam. Identitas keislaman
(kesadaran umum sebagai Muslim) memang menjadi identitas yang tepat dan
referensi yang efektif bagi gerakan radikalisme. Tetapi faktor eksternal yaitu
dominasi dan kesewenang-wenangan barat atas negeri-negeri Muslim merupakan
faktor yang lebih dominan yang memunculkan radikalisme Muslim sebagai reaksi.
Jadi jelas, bahwa radikalisme muncul dari kebanggan (identitas ke-Islaman)
yanga terluka (oleh Barat), keluhan (kaum Muslim tertindas yang tidak
diperhatikan) dan keputusasaan karena ketidakberdayaan.
Solusi-solusi yang muncul harus dapat mencakup
kompleksitas permasalahan yang kesemuanya harus berangkat dari kearifan para
pemimpin Barat dan juga negeri-negeri Muslim untuk mampu membaca fenomena
perkembangan zaman yang mencerminkan aspirasi dari kalangan Muslim. Kondisi
buruk sosial-politik dan ekonomi telah menjadikan umat Islam semakin
termajinalkan sudah seharusnya dijadikan landasan awal dalam pemecahan masalah
radikalisme. Jika tidak maka “Islam” yang damai akan termanifestasi dalam
bentuk radikalisme yang penuh kekerasan.
KATA PENGANTAR
Puji
syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan
rahmat dan hidayah-Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan makalah ini dengan
judul “Islam Di Tengah Fenomena
Radikalisasi Keagamaan” tepat pada waktunya.
Penyusun
menyadari dalam penyusunan makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena
itu, penyusun menerima koreksi, kritik dan saran guna perbaikan di makalah yang
selanjutnya.
Akhirnya
penyusun mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan
dukungan baik moril dan materil, baik langsung maupun tidak langsung sehingga
makalah ini bisa sampai kehadapan para pembaca.
Unaaha,
November 2011
Penyusun.
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN
JUDUL ................................................................................................. i
KATA
PENGANTAR ....................................................................................... ...... ii
DAFTAR
ISI ...................................................................................................... ..... iii
BAB
I PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang.............................................................................................. 1
B. Rumusan
Masalah.................................................................................. ...... 2
C. Tujuan
.......................................................................................................... 2
BAB
II PEMBAHASAN
A. Pengertian
Radikalisme dan Kegamaan ................................................ ...... 3
B. Faktor-Faktor
Penyebab Munculnya Gerakan Radikalisme .................. .... 4
C. Islam
Di Tengah Fenomena Radikalisasi
Keagamaan................................. 5
D. Penanganan
Gerakan Radikalisme .............................................................. 7
BAB
IV PENUTUP
A. Kesimpulan .......................................................................................... ..... 9
DAFTAR PUSTAKA
Makalah
:
ISLAM DI TENGAH FENOMENA RADIKALISASI KEAGAMAAN
OLEH
ANDI APRIANSYAH
M.
BADKO SULAWESI TENGGARA
CABANG UNAAHA
KONAWE
2011
Hari ini kaum Muslimin berada dalam situasi di mana aturan-aturan kafir sedang diterapkan. Maka realitas tanah-tanah Muslim saat ini adalah sebagaimana Rasulullah Saw. di Makkah sebelum Negara Islam didirikan di Madinah. Oleh karena itu, dalam rangka bekerja untuk pendirian Negara Islam, kelompok ini perlu mengikuti contoh yang terbangun di dalam Sirah. Dalam memeriksa periode Mekkah, hingga pendirian Negara Islam di Madinah, kita melihat bahwa RasulAllah Saw. melalui beberapa tahap spesifik dan jelas dan mengerjakan beberapa aksi spesifik dalam tahap-tahap itu
BalasHapus