Selasa, 09 Agustus 2011

Unsafe Abortion


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Lebih dari separuh (104,6 juta orang) dari total penduduk Indonesia (208,2 juta orang) adalah perempuan. Namun, kualitas hidup perempuan jauh tertinggal dibandingkan laki-laki. Masih sedikit sekali perempuan yang mendapat akses dan peluang untuk berpartisipasi optimal dalam proses pembangunan. Tidak heran bila jumlah perempuan yang menikmati hasil pembangunan lebih terbatas dibandingkan laki-laki. Hal itu terlihat dari semakin turunnya nilai Gender-related Development Index (GDI) Indonesia dari 0,651 atau peringkat ke 88 (HDR 1998) menjadi 0,664 atau peringkat ke 90 (HDR 2000) (GOI & UNICEF, 2000). GDI mengukur angka harapan hidup, angka melek huruf, angka partisipasi murid sekolah, dan pendapatan kotor per kapita (Gross Domestic Product/GDP) riil per kapita antara laki-laki dan perempuan. Di bidang pendidikan, terdapat perbedaan akses dan peluang antara laki-laki dan perempuan terhadap kesempatan memperoleh pendidikan. Menurut Susenas 1999, jumlah perempuan yang berusia 10 tahun ke atas yang buta huruf (14,1%) lebih besar daripada laki-laki pada usia yang sama (6,3%) (GOI & UNICEF, 2000).
Angka Kematian Ibu (AKI) menurut survei demografi kesehatan Indonesia (SDKI) 1994 masih cukup tinggi, yaitu 390 per 100.000 kelahiran (GOI & UNICEF, 2000). Penyebab kematian ibu terbesar (58,1%) adalah perdarahan dan eklampsia. Kedua sebab itu sebenarnya dapat dicegah dengan pemeriksaan kehamilan (antenatal care/ANC) yang memadai. Walaupun proporsi perempuan usia 15-49 tahun yang melakukan ANC minimal 1 kali telah mencapai lebih dari 80%, tetapi menurut SDKI 1994, hanya 43,2% yang persalinannya ditolong oleh tenaga kesehatan. Persalinan oleh tenaga kesehatan menurut SDKI 1997, masih sangat rendah, di mana sebesar 54% persalinan masih ditolong oleh dukun bayi (GOI & UNICEF, 2000).
Namun tidak semua kehamilan diharapkan kehadirannya. Setiap tahunnya, dari 175 juta kehamilan yang terjadi di dunia terdapat sekitar 75 juta perempuan yang mengalami kehamilan tak diinginkan (Sadik 1997). Banyak hal yang menyebabkan seorang perempuan tidak menginginkan kehamilannya, antara lain karena perkosaan, kehamilan yang terlanjur datang pada saat yang belum diharapkan, janin dalam kandungan menderita cacat berat, kehamilan di luar nikah, gagal KB, dan sebagainya. Ketika seorang perempuan mengalami kehamilan tak diinginkan (KTD), diantara jalan keluar yang ditempuh adalah melakukan upaya aborsi, baik yang dilakukan sendiri maupun dengan bantuan orang lain. Banyak diantaranya yang memutuskan untuk mengakhiri kehamilannya dengan mencari pertolongan yang tidak aman sehingga mereka mengalami komplikasi serius atau kematian karena ditangani oleh orang yang tidak kompeten atau dengan peralatan yang tidak memenuhi standar.
Keputusan untuk melakukan aborsi bukan merupakan pilihan yang mudah. Banyak perempuan harus berperang melawan perasaan dan kepercayaannya mengenai nilai hidup seorang calon manusia yang dikandungnya, sebelum akhirnya mengambil keputusan. Belum lagi penilaian moral dari orang-orang sekitarnya bila sampai tindakannya ini diketahui. Hanya orang-orang yang mampu berempati yang bisa merasakan betapa perempuan berada dalam posisi yang sulit dan menderita ketika harus memutuskan untuk mengakhiri kehamilannya.
Aborsi sering kali ditafsirkan sebagai pembunuhan bayi, walaupun secara jelas Badan Kesehatan Dunia (WHO) mendefinisikan aborsi sebagai penghentian kehamilan sebelum janin dapat hidup di luar kandungan atau kurang dari 22 minggu (WHO 2000). Dengan perkembangan tehnologi kedokteran yang sedemikian pesatnya, sesungguhnya perempuan tidak harus mengalami kesakitan apalagi kematian karena aborsi sudah dapat diselenggarakan secara sangat aman dengan menggunakan tehnologi yang sangat sederhana. Bahkan dikatakan bahwa aborsi oleh tenaga profesional di tempat yang memenuhi standar, tingkat keamanannya 10 kali lebih besar dibandingkan dengan bila melanjutkan kehamilan hingga persalinan.
B.     Rumusan Masalah
1.      Apakah yang dimaksud dengan Aborsi ?
2.      Bagaimana aspek hukum dalam Aborsi pada remaja ?
3.      Bagaimana dengan Unsafe Abortion ?
4.      Bagaimana upaya dalam mengurangi praktek aborsi ?
C.    Tujuan
1.      Menjelaskan tentang aborsi;
2.      Menjelaskan aspek-aspek hukum dalam praktek aborsi;
3.      Menjelaskan yang dimaksud dengan unsafe abortion; dan
4.      Menjelaskan upaya agar dapat mengurangi praktek aborsi.


BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Aborsi
Aborsi adalah tindakan penghentian kehamilan sebelum janin dapat hidup di luar kandungan (sebelum usia 20 minggu kehamilan), bukan semata untuk menyelamatkan jiwa ibu hamil dalam keadaan darurat tapi juga bisa karena sang ibu tidak menghendaki kehamilan itu.
Di kalangan ahli kedokteran dikenal dua macam abortus (keguguran kandungan) yakni abortus spontan dan abortus buatan. Abortus spontan adalah merupakan mekanisme alamiah yang menyebabkan terhentinya proses kehamilan sebelum berumur 28 minggu. Penyebabnya dapat oleh karena penyakit yang diderita si ibu ataupun sebab-sebab lain yang pada umumnya gerhubungan dengan kelainan pada sistem reproduksi.
Lain halnya dengan abortus buatan, abortus dengan jenis ini merupakan suatu upaya yang disengaja untuk menghentikan proses kehamilan sebelum berumur 28 minggu, dimana janin (hasil konsepsi) yang dikeluarkan tidak bisa bertahan hidup di dunia luar.
Abortus buatan, jika ditinjau dari aspek hukum dapat digolongkan ke dalam dua golongan yakni :
1.      Abortus Buatan Legal
Yaitu pengguguran kandungan yang dilakukan menurut syarat dan cara-cara yang dibenarkan oleh undang-undang. Populer juga disebut dengan abortus provocatus therapcutius, karena alasan yang sangat mendasar untuk melakukannya adalah untuk menyelamatkan nyawa/menyembuhkan si ibu.

2.      Abortus Buatan Ilegal
Yaitu pengguguran kandungan yang tujuannya selain dari pada untuk menyelamatkan/ menyembuhkan si ibu, dilakukan oleh tenaga yang tidak kompeten serta tidak memenuhi syarat dan cara-cara yang dibenarkan oleh undang-undang.
Abortus golongan ini sering juga disebut dengan abortus provocatus criminalis, karena di dalamnya mengandung unsur kriminal atau kejahatan.
B.     Aspek Hukum
Di negara Indonesia, dimana dalam Kitab Undang- Undang Hukum Pidana (KUHP) tindakan pengguguran kandungan yang disengaja digolongkan ke dalam kejahatan terhadap nyawa (Bab XIX pasal 346 s/d 349). Namun dalam undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 Tentang kesehatan pada pasal 15 dinyatakan bahwa dalam keadaan darurat sebagai upaya untuk menyelamatkan jiwa ibu hamil atau janinnya, dapat dilakukan tindakan medis tertentu.
Dalam KUHP Bab XIX Pasal 346 s/d 349 dinyatakan sebagai berikut :
Pasal 346 : “Seorang wanita yang sengaja menggugurkan atau mematikan kandungannya atau menyuruh orang lain untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun”.

Pasal 347 : (1) Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang wanita tanpa persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun.
(2) Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut, diancam dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun.
Pasal 348 : (1) Barang siapa dengan sengaja menggunakan atau mematikan kandungan seorang wanita dengan persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun enam bulan. (2) Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.
Pasal 349 : “Jika seorang dokter, bidan atau juru obat membantu melakukan kejahatan berdasarkan pasal 346, ataupun membantu melakukan salah satu kejahatan dalam pasal 347 dan 348, maka pidana yang ditentukan dalam pasal itu dapat dditambah dengan sepertiga dan dapat dicabut hak untuk menjalankan pencaharian dalam mana kejahatan dilakukan”.
Dari rumusan pasal-pasal tersebut diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa :
1.      Seorang wanita hamil yang sengaja melakukan abortus atau ia menyuruh orang lain, diancam hukuman empat tahun penjara.
2.      Seseorang yang sengaja melakukan abortus terhadap ibu hamil, dengan tanpa persetujuan ibu hamil tersebut, diancam hukuman penjara 12 tahun, dan jika ibu hamil tersebut mati, diancam 15 tahun penjara.
3.      Jika dengan persetujuan ibu hamil, maka diancam hukuman 5,5 tahun penjara dan bila ibu hamilnya mati diancam hukuman 7 tahun penjara.
4.      Jika yang melakukan dan atau membantu melakukan abortus tersebut seorang dokter, bidan atau juru obat (tenaga kesehatan) ancaman hukumannya ditambah sepertiganya dan hak untuk berpraktek dapat dicabut.
C.    Unsafe Abortion
Di dunia setiap tahunnya diperkirakan 600.000 perempuan meninggal dunia karena sebab-sebab yang berhubungan dengan kehamilan dan persalinan. Sekitar 13% (78.000) dari kematian ibu karena tindakan aborsi yang tidak aman (The Alan Guttmacher Institute 1999). Aborsi tidak aman merupakan urutan ketiga penyebab kematian ibu di dunia (WHO 2000).
Tidak pernah tersedia data yang pasti mengenai jumlah aborsi di Indonesia disebabkan tidak adanya ketetapan hukum, sehingga tidak dapat dilakukan pencatatan data mengenai tindakan aborsi terutama yang diselenggarakan secara tidak aman. Akibatnya, aborsi tidak aman tidak pernah tercatat sebagai penyebab resmi kematian ibu, karena terselubung dalam perdarahan dan infeksi, dua kategori penyebab yang menyebabkan lebih dari separuh (55%) kematian ibu (Gunawan, 2000). Analisis lebih jauh data SKRT 1995 menyebutkan aborsi berkontribusi terhadap 11,1% dari kematian ibu di Indonesia, atau satu dari sembilan kematian ibu. Angka sebenarnya mungkin jauh lebih besar lagi, seperti dikemukakan oleh Direktorat Jendral Bina Kesehatan Masyarakat Departemen Kesehatan RI yang secara informal memperkirakan kontribusi aborsi terhadap kematian ibu di Indonesia sebesar 50%.
Padahal pemerintah Indonesia termasuk salah satu dari sejumlah negara yang menyatakan komitmen terhadap Program Aksi Konferensi Kependudukan (ICPD) di Kairo tahun 1994 untuk menurunkan risiko kematian ibu karena proses reproduksi (kehamilan, persalinan dan pasca persalinan). Lima tahun setelah ICPD Kairo 1994, ternyata Indonesia tidak memperlihatkan hasil yang bermakna atau tidak bisa bergeming dari posisi sebagai negara dengan AKI tertinggi di Asia Tenggara. Perbandingan dengan negara-negara tetangga seAsia Tenggara menunjukkan bahwa AKI 373 per 100,000 kelahiran hidup 37 kali lebih tinggi dari pada Singapura (AKI 10), hampir 5 kali Malaysia (AKI 80), dan masih lebih tinggi dari Vietnam (AKI 160), Thailand (AKI 200), dan Filipina (AKI 280 per 100,000 kelahiran hidup). Apalagi kalau digunakan data perkiraan AKI yang dipakai UNICEF untuk Indonesia, yaitu 650 per 100,000 kelahiran hidup (Population Action International, The Reproductive Risk Index, 2001).
Tingginya AKI mengindikasikan masih rendahnya tingkat kesejahteraan penduduk dan secara tidak langsung mencerminkan kegagalan pemerintah dan masyarakat untuk mengurangi risiko kematian ibu. Peningkatan kualitas perempuan merupakan salah satu syarat pembangunan sumber daya manusia.
Strategi untuk menurunkan risiko kematian karena aborsi tidak aman adalah dengan menurunkan „demand’ perempuan terhadap aborsi tidak aman. Ini dapat dimungkinkan bila pemerintah mampu menyediakan fasilitas keluarga berencana yang berkualitas dilengkapi dengan konseling. Konseling keluarga berencana dimaksudkan untuk membimbing klien melalui komunikasi dan pemberian informasi yang obyektif untuk membuat keputusan tentang penggunaan salah satu metode kontrasepsi yang memadukan aspek kesehatan dan keinginan klien, tanpa menghakimi. Bagi remaja yang belum menikah, perlu dibekali dengan pendidikan seks sedini mungkin sejak mereka mulai bertanya mengenai seks. Namun, perlu disadari bahwa risiko terjadinya kehamilan selalu ada, sekalipun pasangan menggunakan kontrasepsi. Bila akses terhadap pelayanan aborsi yang aman tetap tidak tersedia, maka akan selalu ada „demand perempuan terhadap aborsi tidak aman.
D.    Upaya Menanggulangi Praktek Aborsi
Para dokter dan tenaga medis lainnya, hendaklah selalu menjaga sumpah profesi dan kode etiknya dalam melakukan pekerjaan. Jika hal ini secara konsekwen dilakukan pengurangan kejadian abortus buatan ilegal akan secara signifikan dapat dikurangi.
Dalam deklarasi Oslo (1970) tentang pengguguran kandungan atas indikasi medik, disebutkan bahwa moral dasar yang dijiwai seorang dokter adalah butir Lafal Sumpah Dokter yang berbunyi :
”Saya akan menghormati hidup insani sejak saat pembuahan: oleh karena itu Abortus buatan dengan indikasi medik, hanya dapat dilakukan dengan syarat-syarat berikut”:
1.      Pengguguran hanya dilakukan sebagai suatu tindakan terapeutik.
2.      Suatu keputusan untuk menghentikan kehamilan, sedapat mungkin disetujui secara tertulis oleh dua orang dokter yang dipilih berkat kompetensi profesional mereka.
3.      Prosedur itu hendaklah dilakukan seorang dokter yang kompeten di instalasi yang diakui oleh suatu otoritas yang sah.
4.      Jika dokter itu merasa bahwa hati nuraninya tidak memberanikan ia melakukan pengguguran tersebut, maka ia hendak mengundurkan diri dan menyerahkan pelaksanaan tindakan medik itu kepada sejawatnya yang lain yang kompeten.
5.      Selain memahami dan menghayati sumpah profesi dan kode etik, para tenaga kesehatan perlu pula meningkatkan pemahaman agama yang dianutnya. Melalui pemahaman agama yang benar, diharapkan para tenaga kesehatan dalam menjalankan profesinya selalu mendasarkan tindakannya kepada tuntunan agama.


BAB III
P E N U T U P

A.    Kesimpulan
1.      Proses pembuktian atas kasus Abortus Buatan Ilegal sangat sulit dan rumit, mengingat para pihak dalam melakukan perbuatan tersebut selalu didahului pemukatan (jahat) untuk saling merahasiakan.
2.      Bagaimanapun juga tindakan abortus adalah merupakan tindakan yang tidak dapat ditolerir baik dari segi hukum maupun agama.
3.      Bagi tenaga kesehatan, khususnya Dokter, Bidan dan Juru Obat, ancaman pidana melakukan perbuatan Abortus Buatan Ilegal dapat ditambah sepertiga dari ancaman hukumannya.
B.     Saran
1.      Diharapkan kepada orang tua agar lebih memperhatikan kondisi/ keadaaan anak khususnya perempuan, seperti membatasi pergaulan, dan memberikan informasi lebih awal tentang aborsi, serta ilmu agama yang lebih mendalam dengan harapan agar si anak tidak terjebak dalam kondisi yang kemungkinan dapat terjadi seperti itu.
2.      Untuk itu baik pemerintah, masyarakat, sekolah dan orangtua agar dapat memberikan masukan (suplemen) khusus kepada remaja wanita, agar pola pikir tentang arah-arah negatif dapat dihindari sejak dini
3.      Hendaknya para tenaga kesehatan agar selalu menjaga sumpah profesi dan kode etiknya dalam melakukan pekerjaan, sehingga pengurangan kejadian Abortus Buatan Ilegal dapat dikurangi.

DAFTAR PUSTAKA

OI & UNICEF. Laporan Nasional Tindak Lanjut Konferensi Tingkat Tinggi Anak (Draft). Desember 2000.
Mochtar, Rustam, 1987, Sinopsis Obstetri, Edisi 2, Valentino Group, Medan
WHO-SEARO. Regional Health Report 1998: Focus on Women. New Delhi: WHO-SEARO, 1998
WHO. Safe Abortion: Technical and Policy Guidance for Health System. A Draft 4 September 2002.
Zumrotin K. Susilo and Herna Lestari. Disampaikan pada acara Temu Ilmiah Fertilitas Endokrinologi Reproduksi, Hotel Savoy Homann Bidakara Bandung, 6 Oktober 2002. Artikel.
Syafruddin. Abortus Provocatus dan Hukum. USU-Library. 2003.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar